Emi Sudarwati - The Inspiring Inobel Winner's
Kuliah online “Belajar Menulis” pada pertemuan keempat, 08 Juni 2020 dengan tema “Berbagi Pengalaman Menerbitkan Buku” dengan nara sumber penulis hebat peraih juara 1 Inobel ibu Emi Sudarwati. Pengalaman yang beliau bagikan memang sangat menginspirasi, terlebih dalam rentang 2013-2019 atau hanya dalam 6 tahun mampu menjadi penulis handal dengan lebih dari 460 buku ber-ISBN. Belum lagi berbagai macam kejuaraan yang berhasil diraih mulai dari guru berdedikasi, guru berprestasi, Inobelnas dan sebagainya, semakin melambungkan namanya dalam jagat penulisan buku.
Mengawali
resume kali ini, saya tertarik pada simpulan di penghujung pertemuan yakni “Buku
adalah bukti sejarah. Merupakan catatan bahwa kita pernah hidup di dunia ini. Oleh
karena itu, saya ingin mengabadikan setiap jengkal perjalanan menjadi sebuah
buku. Setiap karya pasti akan menemukan takdirnya sendiri.”
Secara tersirat simpulan tersebut mengandung makna bahwa buku akan menjadi
bukti sejarah apabila diterbitkan atau dibukukan. Bahan atau materi penyusun buku
dapat berasal dari setiap jengkal perjalanan kehidupan
atau pengabdian yang pernah dilakukan. Intinya bahwa setiap perjalanan
kehidupan kita sebenarnya dapat menjadi sumber ide untuk membuat buku karena meskipun
tidak dijadikan buku pun akan menjadi catatan sejarah bagi anak cucu kita
nantinya. Ibu Emi Sudarwati telah menunjukkan betapa pengalaman perjalanan
hidup beliau telah terbukukan melalui buku “Dag Dig Dug Singapura”, “Kado Cinta
20 Tahun dan Haiku”, “Pengalaman Selama Haji dan Umrah” berbahasa Jawa, “Menulis
dan Menerbitkan Buku Sampai Keliling Nusantara dan Dunia”.
Persoalannya
adalah bagaimana dapat menulis buku yang dapat diterbitkan. Pengalaman beliau membuktikan
agar menjadi penulis tidak lepas dari berbagai faktor. Pertama, pengalaman menjadi penulis beliau diawali dengan banyak
berjumpa dan berkenalan dengan para penulis senior sehingga mendapatkan
pencerahan. Kita semua sudah berada di track yang benar bergabung di wadah ini
karena ada Omjay, ibu Tata, ibu Sri Sugihastuti dan ibu Emi Sudarwati serta
masih banyak lagi. Kedua, motivasi internal
maupun eksternal dalam menulis. Secara internal beliau termotivasi untuk menjadi
inspirator sekaligus rasa tanggung jawab moral untuk menularkan virus literasi
di manapun juga. Secara eksternal adanya dorongan orang terdekat ddalam mengembangkan
kemampuannya, serta keinginan siswa bisa dikenal melalui buku dengan bukti buku
“LUNG”. Ketiga, semangat pantang menyerah
dalam menulis naskah. Dengan terus-menerus mengirim naskah,
berarti sudah terus menerus belajar menulis pula.
Keempat, menumbuhkan rasa
kegotongroyongan. Beliau tidak egois dalam menulis karena selain melibatkan
siswa, juga mengajak teman-teman alumni finalis inobelnas untuk menulis bersama.
Tahapan
pengalaman itu pula yang mengasah kemampuan beliau dalam menulis sekaligus
menguasai dunia penerbitan buku. Berdasarkan resume tanya jawab dapat diambil simpulan
bahwa buku yang dapat diterbitkan dapat mencakup karya yang bersifat ilmiah, kumpulan
cerita inspiratif, berbagi pengalaman mengajar, kumpulan puisi, kumpulan pantun
dan masih banyak lagi buku-buku lainnya. Untuk proses penerbitan, harus melalui
tahapan penilaian editor untuk kelayakannya sehingga perlu ditanamkan kesabaran karena jangan berharap sekali kirim pasti
tayang atau dimuat. Namun harus
bersabar, terus-menerus mengirim naskah dan lama kelamaan pasti dimuat juga. Secara
teknis naskah yang dikirimkan sudah lengkap mulai judul, kata pengantar, daftar
isi, isi buku, dan biografi penulis
dengan ukuran kertas A5 huruf Time new roman ukuran 12 pt, jarak spasi 1,5 dan
margin penulisan 2:2;2:2. Syarat untuk penerbitan ISBN untuk setiap
buku minimal harus memuat 50 halaman A5.
Tips
yang beliau bagikan terkait dengan kemampuan merangkai kata yakni 3B+TE (BACA,
BACA, BACA, TULIS, EDIT) yang terus menerus dibiasakan karena menulis itu
ketrampilan sehingga bisa dipelajari dan dibiasakan. Selanjutnya untuk menghindarkan kejenuhan
dalam menulis, beliau memberikan tips yakni tidak butuh waktu khusus dalam
menulis namun perlu diluangkan 10-20
menit saja setiap harinya secara rutin baik di blog, laptop maupun HP. Terakhir
untuk menumbuhkan budaya menulis pada siswa sehingga akhirnya dapat diajak
kolaborasi menulis buku yakni sebelum mulai pelajaran, seorang siswa membaca ditugaskan
membaca cerita. Siswa yang lain mendengarkan dan selanjutnya membuat
ringkasan cerita. Selesai meringkas, siswa ditugaskan membacakan hasil karyanya
di depan kelas dan lama-lama akan terbangun kultur membaca dan lalu menulis.
Salam dari Lereng Lawu
Eko Daryono
Tags:
Kelas Omjay
Mantap. Lanjutkan
BalasHapusTerima kasih bu atas motivasinya
Hapusmantap....singkat dan padat pak...salam literasi
BalasHapusTerima kasih bu.. Salam literasi
HapusPemateri nya memang sudah hebat semua.... Ayo..semangat... Lanjut nge blog nya...
BalasHapusSiap... Terima kasih atas kunjungannya
HapusKeren pak...singkat padat dan jelas 🙏🙏
BalasHapusTerima kasih bu...
Hapuskeren pak...
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung...
HapusMantab Pak.... lereng lawu mana ya Pak?
BalasHapus