Selasa, 09 Juni 2020

Emi Sudarwati yang Menginspirasi


Emi Sudarwati - The Inspiring Inobel Winner's


Kuliah online “Belajar Menulis” pada pertemuan keempat, 08 Juni 2020 dengan tema “Berbagi Pengalaman Menerbitkan Buku” dengan nara sumber penulis hebat peraih juara 1 Inobel ibu Emi Sudarwati. Pengalaman yang beliau bagikan memang sangat menginspirasi, terlebih dalam rentang 2013-2019 atau hanya dalam 6 tahun mampu menjadi penulis handal dengan lebih dari 460 buku ber-ISBN. Belum lagi berbagai macam kejuaraan yang berhasil diraih mulai dari guru berdedikasi, guru berprestasi, Inobelnas dan sebagainya, semakin melambungkan namanya dalam jagat penulisan buku.

Mengawali resume kali ini, saya tertarik pada simpulan di penghujung pertemuan yakni “Buku adalah bukti sejarah. Merupakan catatan bahwa kita pernah hidup di dunia ini. Oleh karena itu, saya ingin mengabadikan setiap jengkal perjalanan menjadi sebuah buku. Setiap karya pasti akan menemukan takdirnya sendiri.” Secara tersirat simpulan tersebut mengandung makna bahwa buku akan menjadi bukti sejarah apabila diterbitkan atau dibukukan. Bahan atau materi penyusun buku dapat berasal dari setiap jengkal perjalanan kehidupan atau pengabdian yang pernah dilakukan. Intinya bahwa setiap perjalanan kehidupan kita sebenarnya dapat menjadi sumber ide untuk membuat buku karena meskipun tidak dijadikan buku pun akan menjadi catatan sejarah bagi anak cucu kita nantinya. Ibu Emi Sudarwati telah menunjukkan betapa pengalaman perjalanan hidup beliau telah terbukukan melalui buku “Dag Dig Dug Singapura”, “Kado Cinta 20 Tahun dan Haiku”, “Pengalaman Selama Haji dan Umrah” berbahasa Jawa, “Menulis dan Menerbitkan Buku Sampai Keliling Nusantara dan Dunia”.

Persoalannya adalah bagaimana dapat menulis buku yang dapat diterbitkan. Pengalaman beliau membuktikan agar menjadi penulis tidak lepas dari berbagai faktor. Pertama, pengalaman menjadi penulis beliau diawali dengan banyak berjumpa dan berkenalan dengan para penulis senior sehingga mendapatkan pencerahan. Kita semua sudah berada di track yang benar bergabung di wadah ini karena ada Omjay, ibu Tata, ibu Sri Sugihastuti dan ibu Emi Sudarwati serta masih banyak lagi. Kedua, motivasi internal maupun eksternal dalam menulis. Secara internal beliau termotivasi untuk menjadi inspirator sekaligus rasa tanggung jawab moral untuk menularkan virus literasi di manapun juga. Secara eksternal adanya dorongan orang terdekat ddalam mengembangkan kemampuannya, serta keinginan siswa bisa dikenal melalui buku dengan bukti buku “LUNG”. Ketiga, semangat pantang menyerah dalam menulis naskah. Dengan terus-menerus mengirim naskah, berarti sudah terus menerus belajar menulis pula. Keempat, menumbuhkan rasa kegotongroyongan. Beliau tidak egois dalam menulis karena selain melibatkan siswa, juga mengajak teman-teman alumni finalis inobelnas untuk menulis bersama.

Tahapan pengalaman itu pula yang mengasah kemampuan beliau dalam menulis sekaligus menguasai dunia penerbitan buku. Berdasarkan resume tanya jawab dapat diambil simpulan bahwa buku yang dapat diterbitkan dapat mencakup karya yang bersifat ilmiah, kumpulan cerita inspiratif, berbagi pengalaman mengajar, kumpulan puisi, kumpulan pantun dan masih banyak lagi buku-buku lainnya. Untuk proses penerbitan, harus melalui tahapan penilaian editor untuk kelayakannya sehingga perlu ditanamkan kesabaran  karena jangan berharap sekali kirim pasti tayang atau dimuat.  Namun harus bersabar, terus-menerus mengirim naskah dan lama kelamaan pasti dimuat juga. Secara teknis naskah yang dikirimkan sudah lengkap mulai judul, kata pengantar, daftar isi,  isi buku, dan biografi penulis dengan ukuran kertas A5 huruf Time new roman ukuran 12 pt, jarak spasi 1,5 dan margin penulisan 2:2;2:2. Syarat untuk penerbitan ISBN untuk setiap buku minimal harus memuat 50 halaman A5.

Tips yang beliau bagikan terkait dengan kemampuan merangkai kata yakni 3B+TE (BACA, BACA, BACA, TULIS, EDIT) yang terus menerus dibiasakan karena menulis itu ketrampilan sehingga bisa dipelajari dan dibiasakan.  Selanjutnya untuk menghindarkan kejenuhan dalam menulis, beliau memberikan tips yakni tidak butuh waktu khusus dalam menulis  namun perlu diluangkan 10-20 menit saja setiap harinya secara rutin baik di blog, laptop maupun HP. Terakhir untuk menumbuhkan budaya menulis pada siswa sehingga akhirnya dapat diajak kolaborasi menulis buku yakni sebelum mulai pelajaran, seorang siswa membaca ditugaskan membaca cerita. Siswa yang lain mendengarkan dan selanjutnya membuat ringkasan cerita. Selesai meringkas, siswa ditugaskan membacakan hasil karyanya di depan kelas dan lama-lama akan terbangun kultur membaca dan lalu menulis.

Salam dari Lereng Lawu


Eko Daryono
Previous Post
Next Post

11 komentar: