MENEMBUS BATAS MENULIS
Kuliah online “Belajar Menulis” pada pertemuan kelima, 10 Juni 2020 dengan tema “Berbagi Pengalaman Menerbitkan Buku” dengan nara sumber seorang master teacher yang sudah malang melintang di 34 provinsi di Indonesia. Dialah Agung Pardini atau biasa dipanggil Guru Agung, pria kelahiran Bogor, 03 April 1981 yang bekerja di Dompet Dhuafa. Salah satu program Dompet Dhuafa yang dikerjakan beliau sejak 2009 adalah SGI (Sekolah Guru Indonesia).
KENDALA MENULIS DI DAERAH PELOSOK
Guru Agung memberi perspektif berbeda dalam penulisan dan
penerbitan buku di bidang pendidikan dan keguruan. Beliau terbiasa mengajak para
guru yang mengabdi di daerah-daerah pelosok untuk menulis dan berkarya. Beliau percaya bahwa kegiatan menulis bagi para guru adalah lompatan dan percepatan peningkatan kapasitas, kompetensi, dan rasa percaya diri. Di
tengah keterbatasan kondisi geografis dan budaya, aktivitas menulis dan
berkarya ini menjadi tantangan tersendiri buat para guru. Terdapat beberapa
kendala yang ditemui, yaitu :
1. Gaya
bahasa, ada beberapa istilah Bahasa Indonesia yang dimaknai secara berbeda di
daerah.
2.
Penggunaan
komputer, banyak yang belum mengenal MS Office
3.
Listrik,
di beberapa wilayah hanya menyala di malam hari.
4.
Ejaan
yang (belum) disempurnakan
ORIENTASI PROGRAM DAN PENDAMPINGAN INTENSIF
ORIENTASI PROGRAM DAN PENDAMPINGAN INTENSIF
Orientasi setiap program pemberdayaan guru di daerah yaitu memiliki produk buku atau tulisan. Guna mewujudkan hal tersebut maka dilaksanakan model pendampingan
intensif dengan melibatkan konsultan dan guru relawan. Tugas mereka adalah mendampingi dan membimbing guru selama kurang lebih setahun sehingga membutuhkan kesabaran para relawan. Beragam jenis kegiatan menulis dan
berkarya biasa diberikan kepada para guru yang outputnya dapat berupa buku, PTK, jurnal, media pembelajaran,
puisi, dan lain sebagainya. Hampir semua buku yang diterbitkan SGI adalah antologi atau buku yang ditulis bersama-sama.
Buku pertama
berjudul “Temani Aku Meniup Mimpi” merupakan kumpulan tulisan para guru
terkait dengan pengalaman nyata berinovasi dalam pembelajaran. Buku kedua berjudul “Murid Pasif Pangkal Guru Kreatif” juga kurang
lebih mirip dengan buku yang pertama. Selain itu, dari para guru di daerah pelosok lahir genre buku yang memuat kisah inspiratif dari para pejuang muda pendidikan yang mengabdi sebagai guru-guru di daerah pelosok.
Buku "Kelana Guru 2 Musim" dan “Batu, Daun, Cinta Teman Setia Belajarku" berkisah tentang pengalaman para guru-muda yang mengajar hingga ke pelosok negeri baik yang ada di kepulauan, hutan dan pegunungan hingga pelosok kampung. Salah satunya adalah Jamilah Sampara yang meninggal dalam tugas di penempatan dan sempat menulis buku “Batu, Daun, Cinta Teman Setia Belajarku”. Atas dedikasinya, Jamilah Sampara diabadikan menjadi nama penghargaan bagi guru-guru terbaik SGI yaitu Jamilah Sampara Award.
Percetakan hasil karya para guru tersebut dibiayai oleh donasi zakat yang dikelola Dompet Dhuafa. Oleh karenanya, buku-buku yang diterbitkan tidak diperjualbelikan namun dibagikan secara gratis bagi guru-guru di daerah lain yang membutuhkan. Beberapa contoh buku lain yang pernah
diterbitkan adalah :
|
|
Buku
berjudul “Bagaimana Ini Itu” berisi kumpulan tulisan tentang cara-cara pengelolaan sekolah
secara efektif dan efisien. Buku berjudul “Sekolah Ramah Hijau” berisi tips praktis pengelolaan sekolah berwawasan lingkungan
atau adiwiyata.
STRATEGI MENUMBUHKAN WRITE'S HABITUALLY
Menuliskan Jurnal Perjalanan Guru
STRATEGI MENUMBUHKAN WRITE'S HABITUALLY
Menuliskan Jurnal Perjalanan Guru
Cara SGI untuk menumbuhkan kebiasaan menulis (write habitually) terbilang unik. Cara pertama yaitu menuliskan "Jurnal Perjalanan Guru". Teknis pelaksanaannya yaitu setiap malam, guru yang mengikuti proses pembinaan di kampus
SGI menulis pengalaman mereka di waktu siang hari. Isi tulisannya pun bermacam-macam mulai dari curahan hati hingga pembahasan teori kependidikan dan kepemimpinan. Sebelum beraktivitas
dalam pembinaan di pagi hari berikutnya, jurnal dikumpulkan untuk dievaluasi dan direfleksi. Melalui kebiasaan menulis jurnal harian inilah, para guru menjadi terlatih untuk menulis. Guru wajib literat, bahkan multiliterat, apapun bentuk tulisannya. Impact dari jurnal yang ditulis para guru ini pula dapat diketahui perasaan dan pikiran yang tengah bergejolak di hati mereka. Oleh karenanya pengelola dapat melakukan langsung coaching atau konseling apabila dari hasil evaluasi tulisan para guru ditemukan perasaan hati yang negatif.
Bedah Buku Rutin
Cara kedua adalah banyak membaca untuk melatih kepekaan literasi, sebab apabila tidak banyak baca maka tidak
akan banyak menulis. Untuk
menumbuhkan semangat membaca, pengelola menyelenggarakan kegiatan bedah buku rutin (harian maupun pekanan). Setiap pagi, guru pembina apel (bergantian) bertugas memberi
kajian bedah buku. Adapun buku yang dikaji dapat berupa novel.
Aktivitas "Semangat Pagi"
Guna memantau kemajuan bacaan para guru, setelah apel
dilaksanakan aktivitas "Semangat Pagi" yakni memberi motivasi secara
bergantian, dengan menggunakan kata-kata yang dinukil dari para tokoh. Hal ini
efektif untuk meningkatkan kepekaan literasi buat para guru. Beberapa contoh nukilan yang dapat dijadikan sumber motivasi dari Guru Agung sendiri antara lain :
1.
Merangkai kata dalam bentuk tulisan ini bukan pekerjaan
mudah. Kita mesti bersabar. Kalau mau lancar harus banyak membaca dulu.
2.
Cobalah
menulis dengan apa yang sering kita pikirkan, kita lakukan, dan yang sering
kita katakan. Buat mencari ide, butuh teman diskusi, butuh temen nongkrong
setia, butuh komunitas.
3.
Menulis
ini melatih ketajaman pikiran dan memperhalus budi pekerti. Maka menulislah,
maka engkau "ada".
PERSPEKTIF PENULISAN DAN PENERBITAN BUKU ALA GURU AGUNG
Paparan
yang disampaikan Guru Agung sungguh menarik dan bercitarasa pengabdian yang
luar biasa khususnya tentang orientasi menulis yang tidak berlabel pada materi
atau mengejar keuntungan. Susah-susah menulis, menerbitkan, tapi ujung-ujungnya
dibagikan secara gratis kepada guru yang membutuhkan. Guru Agung menunjukkan
bagaimana menulis tidak hanya untuk menorehkan ide dan gagasan semata. Menulis
mengantarkan kita untuk mempertajam pikiran dan yang tidak kalah istimewanya
adalah memperhalus budi pekerti. Perjuangan seorang Guru Agung adalah perjuangan
yang mampu menembus batas tembok yang bernama individualisme, egoisme,
materialisme. Bagaimana beliau mengajak
para guru yang mengabdi di daerah-daerah pelosok untuk menulis dan berkarya
dengan model pendampingan intensif. Pendampingan dan bimbingan yang memakan waktu selama
kurang lebih setahun sangat membutuhkan kesabaran.
Guru
Agung adalah seorang empowerement
yang mampu melahirkan strengthening bagi
para guru. Betapa tidak, Guru Agung membuat terobosan yang mampu memberdayakan
para guru dengan cara unik yakni membuat “Jurnal Perjalanan Guru” yang setiap orang dapat mengungkapkan “perjalanan” apa yang telah
dilaluinya dalam rentang sehari beraktivitas, mengembangkan kemampuan literasi
dengan cara kajian bedah buku serta mengembangkan motivasi dengan nukilan
kata-kata (quote) dari para tokoh
terkenal. Guru Agung telah memberikan pelajaran berharga bahwa “donasi tidak
harus dalam bentuk materi, namun bisa dalam bentuk tulisan yang kita hasilkan
dan kemudian kita berikan secara cuma-cuma kepada yang membutuhkan’
Salam Literasi dari Lereng Lawu
#dirumahaja #giatliterasi
Tags:
Kelas Omjay
WOW....detail banget ini
BalasHapusJangan lupa kunjungi juga https://fahdyfuhed.blogspot.com/
Puaaanjang, maaf profilx editx masih....tapi yg lain2👍👍👍
BalasHapus