THE POWER OF PADA SUATU HARI
BERSAMA KOMUNITAS PENULIS SURABAYA
Seminggu di
penghujung akhir April hingga seminggu di penghujung awal Juni menjadi waktu
yang paling sibuk bagi saya. Betapa tidak. Daftar kegiatan yang panjangnya
seperti kereta senja harus saya jalani. Mulai dari olah nilai kelulusan,
pelepasan virtual kelas IX, penilaian akhir semester, sosialisasi hingga proses
penerimaan peserta didik baru secara online di tengah pandemi. Belum lagi tugas
sebagai “staf ahli” dalam pengelolaan GTK di sekolah, penilaian e-kinerja pegawai,
dapodik, dan sejumlah agenda online lainnya.
Padatnya
kegiatan tersebut membuat saya nyaris tak merasakan jika sedang berjuang untuk
sembuh dari sakit stroke. Seolah ada energi luar biasa yang membuat tubuh saya
menjelma menjadi superman. Kegiatan demi kegiatan pun tanpa terasa dapat
terselesaikan dengan baik. Rasa tanggung jawab untuk mengelola kegiatan di
sekolah menjadi motivasi yang tak terhingga. Terselesaikannya semua kegiatan
sekolah memang membutuhkan pengorbanan. Selain tenaga dan pikiran, waktu santai
yang biasa saya nikmati pun seolah berlalu. Memegang benda ajaib bernama handphone
pun nyaris tak sempat. Bahkan WA pun saya nonaktifkan agar notifikasinya tidak
mengganggu selama mengerjakan semua kegiatan.
Barulah
tanggal 6 Juni 2021, si mungil handphone kembali aktif. Bisa dibayangkan
betapa bejibunnya pesan whatsapp yang tertahan hampir selama dua minggu.
Setelah scroll satu per satu pesan yang masuk, mata tertuju pada pesan
yang selalu saya anggap istimewa. Pesan yang selalu saya rindukan karena selalu
penuh makna dan mutiara. Pesan dari Sang Pendekar Literasi NTT, Bunda Dra.
Lilis Herpianti Sutiko, SH atau biasa saya panggil dengan Bunda Lilis.
Pesan itu telah
masuk tanggal 2 Juli 2021 pukul 06.48 WIB. Saya jadi membayangkan betapa
berharapnya Bunda Lilis agar pesan segera dibaca. Pesan yang beberapa hari
terlihat hanya centang satu. Padahal inti pesannya sangat penting, yakni
meminta saya menjadi nara sumber belajar menulis online.
“Sanget nyuwun tolong
narsum anak-anak SD”
“The Power Of Pada Suatu Hari”
“Anak-anaknya Dosen UNESA mau
nulis buku antologi”
“Sama Menulis itu Nikmat”
“Jika bersedia akan saya
masukkan group”
Saya gamang
memutuskan antara bersedia atau tidak. Kenapa? Karena pada saat bersamaan saya
berada dalam situasi sisi dua keping mata uang dan buah simalakama. Padatnya
kegiatan pada akhirnya membuat saya sakit. Isteri saya kebetulan juga sedang
sakit karena colitisnya kambuh sehingga harus bedrest total. Anak-anak membutuhkan
pengasuhan. Tugas-tugas kantor pun juga harus terselesaikan. Pada akhirnya,
saya pun menerima tawaran Bunda Lilis dengan segudang rasa berkecamuk. Saya
memang orang yang pekewuhan (Ind: sungkan). Tidak sampai rasa hati jika
harus mengecewakan orang lain. Bermodal keyakinan dan niat ibadah, saya yakin
bisa menunaikan tugas dari Bunda Lilis.
Waktu untuk
mempersiapkan materi pun ternyata hanya tersisa 24 jam. Meski sebenarnya kedua materi
yang diminta sudah pernah saya sajikan di kelas menulis online yang
diselenggarakan AGUPENA NTT maupun Rumah Produktif Indonesia NTT, namun
stylenya harus saya rubah. Saya harus membahasakan materi sesuai dengan
tingkatan usia anak-anak sekolah dasar. Pada akhirnya beberapa menit sebelum
kelas online dibuka, materi pun selesai saya kerjakan.
Rabu tanggal
7 Juli 2021 selepas isya, saya menjadi nara sumber kelas menulis online melalui
whatsapp group PENULIS SURABAYA didamping Pak Novataman Adi Nugraha, S.Pd., Gr.
dari Bojonegoro. Setelah diberikan kesempatan, saya menyampaikan materi dengan
gaya mengajar online di kelas PJJ untuk anak didik ketika di sekolah. Agar
suasana akrab, saya menggunakan panggilan Mr. Yon's. Panggilan yang disematkan
anak didik saya di sekolah.
Materi saya
awali dengan menceritakan latar belakang menjadi seorang penulis. Saya sebenarnya
lulusan sekolah komputer, namun karena kebiasaan menulis sedari kecil maka bisa
jadi penulis. Motivasinya berawal saat duduk di SD. Saya sangat hobi membaca
majalah, yang waktu itu bernama Si Kuncung serta buku-buku cerita di
perpustakaan sekolah. Awalnya hanya seneng membaca saja. Suatu hari saya melihat
tulisan kakek dalam bentuk tulisan Jawa yang sangat indah dan rapi. Hal itulah
yang membuat saya termotivasi agar pada suatu hari bisa menjadi penulis seperti
kakek. Seiring waktu berjalan saya berhasil menulis puluhan buku solo, beberapa
buku antologi dan telah menjadi editor ribuan buku.
Jadi modal
awal untuk menjadi seorang penulis adalah senang membaca. Kenapa? Karena
penulis yang baik itu adalah pembaca yang baik. Untuk menghidupkan suasana,
saya berikan pertanyaan untuk audience, “Sebenarnya mengapa seseorang itu harus
menulis?”
Menurut saya menulis itu
membawa manfaat bagi penulis maupun pembacanya antara lain:
- Memperluas Pengetahuan Penulisnya
- Membagi Pengetahuan Kepada Para
Pembaca
- Memperluas relasi (dikenal banyak
orang)
- Melatih berkomunikasi dengan para
pembaca
- Menambah penghasilan
Pertanyaan kedua,
“Bisakah menjadi penulis sejak usia dini?” JAWABANNYA SANGAT-SANGAT BISA.
Terbukti dari terbitan buku Kecil-kecil Punya Karya ditulis oleh adik-adik yang
saat menulis buku baru berusia 9 tahun dan berhasil menjadi buku best seller
seperti adik Ramya dalam karya berjudul “Dunia Es Krim”
|
|
Jadi, semua harus
optimis kalau bisa menulis. Itulah gunanya belajar melalui grup whatsapp kelas
menulis online seperti ini. Selanjutnya tibalah saya sampaikan materi The Power
of Pada Suatu Hari.
“Wah judulnya kok bikin pusing
pake ke-Inggris-inggrisan ya? Bahasanya juga blasteran Indonesia Inggris!!!!
Tenang ya adik-adik...”
“Sebenarnya begini kisahnya Mr
Yon's menyajikan materi yang pernah Mr sajikan di kelas MBI NTT dan termuat di
blog Kompasiana”
“Taraaaaa....... sejarahnya
bermula dari pengalaman Mr Yon's saat diberi tugas membuat karangan oleh guru
waktu duduk di SD bahkan hingga SMP.”
“Saat bingung mau menulis apa,
ya setiap mulai menulis didahului dengan Pada suatu hari...”
“Bermula dari 3 kata
tersebut....eeeee....seluruh ide di kepala pun keluar dengan lancar .....
Karangan selesai dan nilainya pun bagus... Buktinya????? Mr Yon's bisa lulus
sarjana....hiii...hiii.....hiiii.... Coba kalau nilainya jelek pastinya tidak
naik kelas. Benar khan adik-adik?”
“Jadi kalau malam ini adik-adik
belajar ilmu menulis, sebenarnya adik-adik sudah bisa menulis lhoh....!!!!!”
Begitulah
prolog materi yang saya sampaikan. Intinya bahwa saat duduk di bangku sekolah
dasar setiap siswa sudah pernah mendapat tugas mengarang dari bapak ibu gurunya
di sekolah. Jika adik-adik sudah pernah mengarang, ya seperti itulah yang
dinamakan menulis. Aktivitas yang biasanya kental dengan penggunaan kalimat
pengantar “Pada suatu hari…” adalah mendongeng. Contohnya bisa disimak pada video
dengan link : https://www.youtube.com/watch?v=xry3z7NR91I.
Pendongeng dalam video tersebut mengawali kisahnya dengan Pada suatu hari....
“Bapak/ibu guru atau Papa/Mama
di rumah mungkin saat mendongeng juga menggunakan pembuka Pada suatu hari...
Coba dinget-inget lagi ya....”, saya coba mengingatkan Kembali audience
Apa sih kehebatan Pada suatu
hari sampai-sampai dipasangkan dengan The Power of? Ada lima kehebatan Pada
suatu hari yakni membuka kran ide, bisa jadi buku, bisa jadi lagu, bisa jadi
puisi, bisa jadi dongeng.
1. Pembuka kran ide untuk menulis.
“Simak
contoh dari Mr Yon’s ya, yang diambil dari pengalaman belajar malam ini!”
“Nah tuh....terbuka tho kran idenya... Tulisan itu tidak harus
muluk-muluk, namun enak dinikmati dan renyah dibaca...eh....kok kayak cemilan
ya....ha…ha…ha…”
2. Bisa jadi buku
Bukunya berjudul Pada Suatu Hari Nanti karya Eyang Sapardi,
salah satu sastrawan yang sangat terkenal
3. Bisa jadi lagu
http://pelanginada.com/suatu-hari-aku-bisa/
“Nah itu liriknya. Lagunya asyik loh didengar dari suara emas
Kak Mira Julia”
4. Bisa jadi puisi
5. Bisa jadi dongeng
“Nah, gimana
adik-adik....ternyata hanya dengan Pada suatu hari ternyata menjadi bermacam-macam
karya...wooooowwwwwww.......keren khan....!!!”
Kalau dibuat ilustrasi mengenai
fungsi pada suatu hari adalah .....
Kenyataannya, banyak penulis
pada suatu ketika mengalami kebuntuan. Mau nulis apa, mulai dari mana dan
seribu kebuntuan yang bersliweran. Nah jurusnya....
Intinya penggunaan "Pada suatu hari" di awal tulisan, merupakan teknik untuk memecah kebuntuan dalam mengawali tulisan. Sulitnya menemukan kata pertama memang masalah yang banyak dialami penulis pemula. Jika kebuntuan bisa terpecahkan maka ide dapat dituliskan dengan lancar.
“Menulis itu sebenarnya mudah
loh adik-adik. Kalau kemarin Kak Aam memberi contoh bunga melati, Mr Yon'
memberi contoh yang mudah adalah sosok ibu.”
“Adik-adik tentu sangat lekat
dengan sosok ibu, dengan tiga kata kunci : melahirkan, mengasuh, mendidik sudah
bisa jadi persembahan istimewa bagi ibu”
“Adik-adik yang suka diajak
travelling bisa menuliskan : Kapan berangkatnya, siapa saya yang ikut
berangkat, naik apa, rute mana yang dilalui, bagaimana suasana selama
perjalanan, berapa lama perjalanan, sampai ditujuan kapan jam berapa, bagaimana
suasana tempat tujuan, bagaimana perasaan setelah sampai tujuan, apa saja yang
ada di tempat tujuan, ngapai aja selama di tempat tujuan, kemudian pulang jam
berapa, beli apa, langsung pulang atau mampir, sampai di rumah jam berapa dan
seterusnya...”
“Itu kalau dituruti bisa jadi
buku ber bab-bab. Makanya kalau diajak traveling jangan hanya kepikiran selfie
aza ya....hi…hi…hi….”, canda saya ke audience
Akhirnya pada pukul 20.45 WIB, sesi materi saya akhiri dengan permintaan maaf jika banyak
salah kata. Teriring do’a bagi para audience, “Mr doakan pada suatu hari nanti
adik-adik akan menjadi penulis Generasi Emas Indonesia. Penerus Andrea Hirata
dengan Laskar Pelanginya.”
7 Juli 2021
0 komentar: