Jumat, 09 Juli 2021

The Power of Penulis Surabaya

 THE POWER OF PADA SUATU HARI

BERSAMA KOMUNITAS PENULIS SURABAYA

 

Seminggu di penghujung akhir April hingga seminggu di penghujung awal Juni menjadi waktu yang paling sibuk bagi saya. Betapa tidak. Daftar kegiatan yang panjangnya seperti kereta senja harus saya jalani. Mulai dari olah nilai kelulusan, pelepasan virtual kelas IX, penilaian akhir semester, sosialisasi hingga proses penerimaan peserta didik baru secara online di tengah pandemi. Belum lagi tugas sebagai “staf ahli” dalam pengelolaan GTK di sekolah, penilaian e-kinerja pegawai, dapodik, dan sejumlah agenda online lainnya.  

Padatnya kegiatan tersebut membuat saya nyaris tak merasakan jika sedang berjuang untuk sembuh dari sakit stroke. Seolah ada energi luar biasa yang membuat tubuh saya menjelma menjadi superman. Kegiatan demi kegiatan pun tanpa terasa dapat terselesaikan dengan baik. Rasa tanggung jawab untuk mengelola kegiatan di sekolah menjadi motivasi yang tak terhingga. Terselesaikannya semua kegiatan sekolah memang membutuhkan pengorbanan. Selain tenaga dan pikiran, waktu santai yang biasa saya nikmati pun seolah berlalu. Memegang benda ajaib bernama handphone pun nyaris tak sempat. Bahkan WA pun saya nonaktifkan agar notifikasinya tidak mengganggu selama mengerjakan semua kegiatan.

Barulah tanggal 6 Juni 2021, si mungil handphone kembali aktif. Bisa dibayangkan betapa bejibunnya pesan whatsapp yang tertahan hampir selama dua minggu. Setelah scroll satu per satu pesan yang masuk, mata tertuju pada pesan yang selalu saya anggap istimewa. Pesan yang selalu saya rindukan karena selalu penuh makna dan mutiara. Pesan dari Sang Pendekar Literasi NTT, Bunda Dra. Lilis Herpianti Sutiko, SH atau biasa saya panggil dengan Bunda Lilis.

Pesan itu telah masuk tanggal 2 Juli 2021 pukul 06.48 WIB. Saya jadi membayangkan betapa berharapnya Bunda Lilis agar pesan segera dibaca. Pesan yang beberapa hari terlihat hanya centang satu. Padahal inti pesannya sangat penting, yakni meminta saya menjadi nara sumber belajar menulis online.

“Sanget nyuwun tolong narsum anak-anak SD”
“The Power Of Pada Suatu Hari”
“Anak-anaknya Dosen UNESA mau nulis buku antologi”
“Sama Menulis itu Nikmat”
“Jika bersedia akan saya masukkan group”

 Begitulah untaian chat dari Bunda Lilis yang baru saya baca. Sebenarnya sudah beberapa kali Bunda Lilis meminta saya menjadi nara sumber. Namun kali ini mungkin yang paling spesial karena audiencenya adalah anak-anak setingkat SD. Mereka adalah anak-anak dari para dosen UNESA. Saya diminta menyajikan materi The Power of Pada Suatu Hari dan Menulis Itu Nikmat.

Saya gamang memutuskan antara bersedia atau tidak. Kenapa? Karena pada saat bersamaan saya berada dalam situasi sisi dua keping mata uang dan buah simalakama. Padatnya kegiatan pada akhirnya membuat saya sakit. Isteri saya kebetulan juga sedang sakit karena colitisnya kambuh sehingga harus bedrest total. Anak-anak membutuhkan pengasuhan. Tugas-tugas kantor pun juga harus terselesaikan. Pada akhirnya, saya pun menerima tawaran Bunda Lilis dengan segudang rasa berkecamuk. Saya memang orang yang pekewuhan (Ind: sungkan). Tidak sampai rasa hati jika harus mengecewakan orang lain. Bermodal keyakinan dan niat ibadah, saya yakin bisa menunaikan tugas dari Bunda Lilis.

Waktu untuk mempersiapkan materi pun ternyata hanya tersisa 24 jam. Meski sebenarnya kedua materi yang diminta sudah pernah saya sajikan di kelas menulis online yang diselenggarakan AGUPENA NTT maupun Rumah Produktif Indonesia NTT, namun stylenya harus saya rubah. Saya harus membahasakan materi sesuai dengan tingkatan usia anak-anak sekolah dasar. Pada akhirnya beberapa menit sebelum kelas online dibuka, materi pun selesai saya kerjakan.

Rabu tanggal 7 Juli 2021 selepas isya, saya menjadi nara sumber kelas menulis online melalui whatsapp group PENULIS SURABAYA didamping Pak Novataman Adi Nugraha, S.Pd., Gr. dari Bojonegoro. Setelah diberikan kesempatan, saya menyampaikan materi dengan gaya mengajar online di kelas PJJ untuk anak didik ketika di sekolah. Agar suasana akrab, saya menggunakan panggilan Mr. Yon's. Panggilan yang disematkan anak didik saya di sekolah.

Materi saya awali dengan menceritakan latar belakang menjadi seorang penulis. Saya sebenarnya lulusan sekolah komputer, namun karena kebiasaan menulis sedari kecil maka bisa jadi penulis. Motivasinya berawal saat duduk di SD. Saya sangat hobi membaca majalah, yang waktu itu bernama Si Kuncung serta buku-buku cerita di perpustakaan sekolah. Awalnya hanya seneng membaca saja. Suatu hari saya melihat tulisan kakek dalam bentuk tulisan Jawa yang sangat indah dan rapi. Hal itulah yang membuat saya termotivasi agar pada suatu hari bisa menjadi penulis seperti kakek. Seiring waktu berjalan saya berhasil menulis puluhan buku solo, beberapa buku antologi dan telah menjadi editor ribuan buku.

Jadi modal awal untuk menjadi seorang penulis adalah senang membaca. Kenapa? Karena penulis yang baik itu adalah pembaca yang baik. Untuk menghidupkan suasana, saya berikan pertanyaan untuk audience, “Sebenarnya mengapa seseorang itu harus menulis?”

Menurut saya menulis itu membawa manfaat bagi penulis maupun pembacanya antara lain:

  1. Memperluas Pengetahuan Penulisnya
  2. Membagi Pengetahuan Kepada Para Pembaca
  3. Memperluas relasi (dikenal banyak orang)
  4. Melatih berkomunikasi dengan para pembaca
  5. Menambah penghasilan

Pertanyaan kedua, “Bisakah menjadi penulis sejak usia dini?” JAWABANNYA SANGAT-SANGAT BISA. Terbukti dari terbitan buku Kecil-kecil Punya Karya ditulis oleh adik-adik yang saat menulis buku baru berusia 9 tahun dan berhasil menjadi buku best seller seperti adik Ramya dalam karya berjudul “Dunia Es Krim”

Jadi, semua harus optimis kalau bisa menulis. Itulah gunanya belajar melalui grup whatsapp kelas menulis online seperti ini. Selanjutnya tibalah saya sampaikan materi The Power of Pada Suatu Hari.

“Wah judulnya kok bikin pusing pake ke-Inggris-inggrisan ya? Bahasanya juga blasteran Indonesia Inggris!!!! Tenang ya adik-adik...”
“Sebenarnya begini kisahnya Mr Yon's menyajikan materi yang pernah Mr sajikan di kelas MBI NTT dan termuat di blog Kompasiana”

“Taraaaaa....... sejarahnya bermula dari pengalaman Mr Yon's saat diberi tugas membuat karangan oleh guru waktu duduk di SD bahkan hingga SMP.”
“Saat bingung mau menulis apa, ya setiap mulai menulis didahului dengan Pada suatu hari...”
“Bermula dari 3 kata tersebut....eeeee....seluruh ide di kepala pun keluar dengan lancar ..... Karangan selesai dan nilainya pun bagus... Buktinya????? Mr Yon's bisa lulus sarjana....hiii...hiii.....hiiii.... Coba kalau nilainya jelek pastinya tidak naik kelas. Benar khan adik-adik?”
“Jadi kalau malam ini adik-adik belajar ilmu menulis, sebenarnya adik-adik sudah bisa menulis lhoh....!!!!!”

Begitulah prolog materi yang saya sampaikan. Intinya bahwa saat duduk di bangku sekolah dasar setiap siswa sudah pernah mendapat tugas mengarang dari bapak ibu gurunya di sekolah. Jika adik-adik sudah pernah mengarang, ya seperti itulah yang dinamakan menulis. Aktivitas yang biasanya kental dengan penggunaan kalimat pengantar “Pada suatu hari…” adalah mendongeng. Contohnya bisa disimak pada video dengan link : https://www.youtube.com/watch?v=xry3z7NR91I. Pendongeng dalam video tersebut mengawali kisahnya dengan Pada suatu hari....

“Bapak/ibu guru atau Papa/Mama di rumah mungkin saat mendongeng juga menggunakan pembuka Pada suatu hari... Coba dinget-inget lagi ya....”, saya coba mengingatkan Kembali audience

Apa sih kehebatan Pada suatu hari sampai-sampai dipasangkan dengan The Power of? Ada lima kehebatan Pada suatu hari yakni membuka kran ide, bisa jadi buku, bisa jadi lagu, bisa jadi puisi, bisa jadi dongeng.

1.      Pembuka kran ide untuk menulis.

“Simak contoh dari Mr Yon’s ya, yang diambil dari pengalaman belajar malam ini!”

“Nah tuh....terbuka tho kran idenya... Tulisan itu tidak harus muluk-muluk, namun enak dinikmati dan renyah dibaca...eh....kok kayak cemilan ya....ha…ha…ha…”

2.      Bisa jadi buku

Bukunya berjudul Pada Suatu Hari Nanti karya Eyang Sapardi, salah satu sastrawan yang sangat terkenal

3.      Bisa jadi lagu

http://pelanginada.com/suatu-hari-aku-bisa/

“Nah itu liriknya. Lagunya asyik loh didengar dari suara emas Kak Mira Julia”

4.      Bisa jadi puisi

5.      Bisa jadi dongeng

“Nah, gimana adik-adik....ternyata hanya dengan Pada suatu hari ternyata menjadi bermacam-macam karya...wooooowwwwwww.......keren khan....!!!”

Kalau dibuat ilustrasi mengenai fungsi pada suatu hari adalah .....

Kenyataannya, banyak penulis pada suatu ketika mengalami kebuntuan. Mau nulis apa, mulai dari mana dan seribu kebuntuan yang bersliweran. Nah jurusnya....


Intinya penggunaan "Pada suatu hari" di awal tulisan, merupakan teknik untuk memecah kebuntuan dalam mengawali tulisan. Sulitnya menemukan kata pertama memang masalah yang banyak dialami penulis pemula. Jika kebuntuan bisa terpecahkan maka ide dapat dituliskan dengan lancar.

“Menulis itu sebenarnya mudah loh adik-adik. Kalau kemarin Kak Aam memberi contoh bunga melati, Mr Yon' memberi contoh yang mudah adalah sosok ibu.”

“Adik-adik tentu sangat lekat dengan sosok ibu, dengan tiga kata kunci : melahirkan, mengasuh, mendidik sudah bisa jadi persembahan istimewa bagi ibu”

“Adik-adik yang suka diajak travelling bisa menuliskan : Kapan berangkatnya, siapa saya yang ikut berangkat, naik apa, rute mana yang dilalui, bagaimana suasana selama perjalanan, berapa lama perjalanan, sampai ditujuan kapan jam berapa, bagaimana suasana tempat tujuan, bagaimana perasaan setelah sampai tujuan, apa saja yang ada di tempat tujuan, ngapai aja selama di tempat tujuan, kemudian pulang jam berapa, beli apa, langsung pulang atau mampir, sampai di rumah jam berapa dan seterusnya...”

“Itu kalau dituruti bisa jadi buku ber bab-bab. Makanya kalau diajak traveling jangan hanya kepikiran selfie aza ya....hi…hi…hi….”, canda saya ke audience

Akhirnya pada pukul 20.45 WIB, sesi materi saya akhiri dengan permintaan maaf jika banyak salah kata. Teriring do’a bagi para audience, “Mr doakan pada suatu hari nanti adik-adik akan menjadi penulis Generasi Emas Indonesia. Penerus Andrea Hirata dengan Laskar Pelanginya.”

 

 Sang Pena Lereng Lawu

7 Juli 2021