Sabtu, 27 Februari 2021

MENULIS ITU NIKMAT

 


Pandemi tak terasa sudah hampir setahun menjelang. Makhluk mikro yang bernama virus Covid-19 telah mengubah wajah dunia. Masa depan dunia seolah makin tak menentu. Jurang resesi menganga di seluruh penjuru dunia. Dunia yang semula hiruk pikuk, mendadak sunyi. Bising suara mesin dan kepulan asap kendaraan bermotor seolah senyap. Manusia yang semula abai dengan nikmat yang bernama imun, mendadak begitu perhatian.

Cuci tangan yang jarang dilakukan mendadak menjadi trend. Begitupun kewaspadaan sosial yang meningkat dengan saling menjaga jarak. Hingga rela membatasi ruang gerak oksigen dengan memakai masker. Berbagai kebijakan pembatasan yang bernama lockdown, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan masyarakat (PPKM), maupun PPKM Mikro seolah memenjara ruang gerak aktivitas masyarakat.

Meski demikian, berkurangnya ruang gerak tak serta merta membatasi ruang kreativitas. Sebagai makhluk yang diciptakan Allah dengan sempurna, banyak aktivitas positif yang dapat dilakukan di masa pandemi. Terlebih wajah dunia memang telah berubah berkat kemajuan ilmu dan teknologi, sehingga aktivitas manusia semakin tak terbatas tempat dan waktu.

Tanpa disadari, Covid-19 telah menjelma menjadi “guru besar” yang membuka cakrawala manusia. Cakrawala tentang pemanfaatan teknologi digital dalam rangka membangun peradaban baru manusia yang lebih berkarakter. Beberapa bentuk di antaranya adalah work from home (bekerja dari rumah), learn from home (belajar dari rumah), training from home (pelatihan dari rumah) dan masih banyak yang lainnya.

Salah satu kegiatan pelatihan dari rumah adalah diklat menulis online melalui grup WhatsApp yang diselenggarakan Rumah Produktif Indonesia (RPI) Nusa Tenggara Timur ini. Saya akhirnya juga ikut terlibat dalam kegiatan diklat online tersebut sebagai penyedekah ilmu. Perkenalan saya dengan RPI tak lepas dari peran Dra. Lilis Ika Herpianti Sutikno, SH. atau Bunda Lilis. Sosok guru inspiratif dari NTT. Guru cantik inspirasi dunia. Penulis buku best seller “Guru adalah Inspirasi”.

Kisah saya mengenal RPI bermula pada tanggal 20 Februari 2021 selepas waktu asar. Saya menerima pesan Bunda Lilis melalui WA yang bunyinya, “Pak Eko, minggu depan kita sedekah ilmu saget? Njenengan malam Jum’at Menulis itu Nikmat”. Spontan saya membalas, “Kelas MBI Bunda?” Maklum, selama ini saya bekerja sama dengan beliau di Kelas Menulis Buku Inspirasi (MBI). Sejak bulan Agustus 2020 saya aktif di Kelas MBI. Bunda Lilis menjawab, “Bukan. RPI (Rumah Produktif Indonesia) NTT. Mau launching buku sebagai penanda RPI ada di Kupang.” Wah… sebuah kebahagiaan tersendiri bagi saya diajak bersedekah ilmu.

Saya pun menyanggupi permintaan beliau untuk bersedekah ilmu seperti di kelas MBI maupun di kelas menulis online lainnya. Menjelang waktu zuhur tanggal 21 Februari 2021, Bunda Lilis memasukkan saya ke WhatsApp group RPI MENULIS BUKU BER-ISBN. Sore harinya sekira jam 16.00 WIB, saya menerima jadwal dari Bunda Lilis. Sesuai schedule, kegiatan berlangsung selama lima hari dari tanggal 22 hingga 26 Februari 2021. Saya mendapatkan jadwal hari Kamis malam tanggal 25 Februari 2021 dengan materi “Menulis Itu Nikmat”. Materi yang sudah tersampaikan dua kali pada Kelas MBI Gelombang I dan II. Meski judul temanya sama, namun secara content saya buat berbeda.

Foto 1. Jadwal Kelas Menulis Online Bersama RPI NTT

(Sumber : WA Image Bunda Lilis Tanggal 21 Februari 2021 Pukul 16.13 WIB)

Setelah menerima jadwal, saya menggali informasi lebih dalam tentang RPI dari Bunda Lilis. Tujuannya agar mengetahui secara jelas siapa audience kelas RPI, sehingga materi yang saya sajikan nantinya tepat sasaran. Saya sempatkan juga membuka keanggotaan grup, dan ternyata sebagian anggotanya berasal dari kelas MBI. Adapun peserta kelas RPI sendiri sebagian sudah membuat tulisan dengan tema Kisah Inspirasi. Kondisi itu membuat saya harus membuat style yang berbeda dalam menyajikan materi “Menulis itu Nikmat”.

Maksud hati, saya ingin mempersiapkan materi sejak dini agar content-nya berbobot. Namun, ada sesuatu tak terduga selepas subuh tanggal 23 Februari 2021. Bola mata kiri saya merah dengan urat-urat yang nampak jelas mengalami perdarahan seperti syarat pecah. Semula saya tak menyadari, hingga isteri mengingatkan bahwa bola mata kiri saya memerah. Awalnya tak terasa sakit, sehingga saya tetap ke kantor karena terpaku jadwal piket dengan absensi online. Sepulang kantor, barulah terasa sakit terlebih saat berada di depan layar komputer. Setelah konsultasi medis secara online, saya mendapatkan obat tetes mata yang alhamdulillah dapat meredam rasa sakitnya.

Rabu pagi tanggal 24 Februari 2021, Bunda Lilis berbicara langsung melalui call WA tentang teknis kegiatan pada Kamis malam. Setelah ada kesepakatan teknis, Rabu malam saya mulai melakukan persiapan. Saya mulai berselancar di dunia maya mencari informasi lebih dalam mengenai RPI secara menyeluruh. Sempat tak berhasil menemukan informasi, akhirnya Bunda Lilis memberikan alamat website rpi.or.id.

Website rpi.or.id. ternyata belum menyediakan informasi komprehensif tentang apa dan bagaimana RPI. Namun melihat content yang banyak diunggah di website RPI, saya punya keyakinan bahwa kegiatannya bersifat positif khususnya dalam membangun literasi. Selanjutnya, saya membuat flyer sesuai permintaan Bunda Lilis supaya mempersiapkannya sendiri. Meski menahan rasa sakit, saya berhasil menyelesaikan flyer yang sederhana. Flyer tersebut saya share ke Bunda Lilis jelang tengah malam.

Gambar 2. Flyer Penyaji Materi Eko Daryono

(Sumber : Dokumen Pribadi didesain dengan PosterMyWal) 

Sejak tanggal 25 Februari 2021 pagi, saya sempatkan menulis bahan materi untuk disajikan malam harinya. Rasa sakit begitu menyiksa di mata, namun saya berusaha menulis baris demi baris naskah dengan tema “Menulis itu Nikmat”. Tujuannya, agar saat berada di kelas saya tinggal copy paste sehingga mempercepat proses penyajian materi. Sambil mengetik naskah, saya sesekali melihat grup RPI. Hinggal jam 09.00 WIB tercatat 45 anggota yang telah bergabung di grup. Namun dalam waktu dua jam setelahnya, anggota grup bertambah 34 orang hingga keseluruhan menjadi 79 peserta.

Kondisi tersebut menambah motivasi untuk membagikan sesuatu yang bermanfaat bagi para peserta. Menjelang asar, materi selesai saya ketik mencakup empat sub, yakni mengapa menulis itu nikmat, mengapa menulis harus nikmat, jurus timeline serta asupan 4 sehat 5 sempurna dalam menulis.

Sub materi “Mengapa menulis itu nikmat?” berisi tentang latar belakang menulis itu nikmat. Menurut saya, ada delapan hal yang menjadikan menulis itu nikmat, yaitu:

1.   Menulis dapat melepaskan beban jiwa karena menulis seperti terapi jiwa. Menulis bahkan membantu berpikir lebih jernih melalui penyaluran emosi yang tidak dapat diucapkan dengan kata-kata. Misalnya bentuk curahan hati atau pelampiasan yang dituangkan dalam diary.

2.   Membuat orang bahagia karena dapat berbagi kebaikan dengan orang lain, misalnya berbagi pengalaman, kisah inspirasi, tips, ilmu, resep dan sebagainya.

3.   Menyampaikan ide atau gagasan, misalnya opini atau kritik. Ide atau gagasan bisa topik simpel yang ada di lingkungan sekitar atau pengalaman hidup sendiri maupun orang lain

4.   Sarana aktualisasi diri atau menunjukkan who am I (siapa diri kita sebenarnya) tanpa harus mengataknya pada orang lain. Biasanya saat kita menunjukkan aktualisasi diri dengan berbicara umumnya kita dianggap sombong. Namun, tidak dengan aktualisasi melalui tulisan.

5.   Menyalurkan bakat, minat ataupun hobi.

6.   Menunjang karier, khususnya bagi ASN atau dosen yang membutuhkan poin angka kredit dari pengembangan ilmiah

7.   Sumber pendapatan. Ingat JK Rowling? Dia adalah penulis seri novel “Harry Potter”. Bukunya telah terjual sebanyak 500 juta copy dalam 80 bahasa dan menghasilkan pendapatan sekitar 16 trilyun. Luar biasa bukan …!!!

8.   Ladang ibadah dan amal jariyah. Endingnya sebagai bekal di akhirat. Sebuah quote dari Ali bin Abi Thalib, “Semua orang akan mati kecuali karyanya maka tulislah sesuatu yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak”.

Sub materi “Mengapa Menulis itu harus dengan nikmat?” berisi tentang alasan menulis harus dilakukan dengan nikmat. Nikmat biasanya membuat orang merasa bahagia, senang, lega. Misalnya saat sedang galau atau sedih. Coba lampiaskan dengan menulis! Biasanya perasaan akan menjadi lega. Rasa lega membuat orang tenang dan terasa nikmat. Oleh karenanya, menulis dengan nikmat akan membuat kita merasa senang dan bahagia dalam menulis. Kalau perasaan senang dan bahagia, penulis akan enjoy dalam menulis.

Kenapa kita kesulitan mengawali kegiatan menulis? Bisa jadi karena kita tidak bahagia dalam menulis. Terbebani dengan aktivitas menulis. Menulis sesuatu yang sangat abstrak. Sesuatu yang belum pernah dialami, tidak diketahui, tidak dikuasai atau tidak dipahami. Bukankah beban merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan? Jika kita terpaksa dalam menulis, maka sulit untuk menghasilkan tulisan yang merdeka atau sulit melepaskan ide yang terpenjara. Misalnya, saat dikejar target dan dibatasi deadline, biasanya akan membuat perasaan penulis tertekan. Dampaknya, bukan proses menulis yang nikmat, tetapi menulis karena dituntut kewajiban.

Lantas, “Bagaimana cara nikmat dalam menulis?” Saat mulai menulis, suasana hati harus santai, rileks, senang dan bahagia. Maka, pilihlah waktu yang ideal untuk menulis dengan kondisi fisik yang fit. Lalu mulailah menerawang. Apa yang diterawang? Apa yang pernah dialami, dirasakan, dijumpai. Intinya yang mudah ditulis itu adalah yang kita tahu dan kita kuasai. Jangan menulis yang tidak kita pahami atau kita kuasai. Pasti dalam proses menulisnya akan menjumpai banyak kebuntuan.

Langkah selanjutnya, mulailah menulis. Nah, untuk tahap ini, proses awalnya memang harus dipaksa. Jangan terbawa suasana hati dan jangan hanya terpaku pada mood. Penulis yang baik bukan menunggu waktu luang, tapi meluangkan waktu untuk menulis. Apapun itu, yang penting mulailah menulis, tulis, tulis, dan tulis hingga selesai. Jangan merasa takut salah! Jangan pernah mengoreksi sambal menulis! Selesaikan saja semua tulisan hingga ide terakhir berhasil dituangkan! 

Saat menulis, abaikan aturan baku dalam menulis agar tidak mengalami deadlock. Saat menulis sambil mengoreksi, maka tulisan tidak akan pernah selesai. Penulis akan terjebak dalam lingkaran kebuntuan. Oleh karena itu, biarkan ide mengalir secara alamiah. Abaikan terlebih dahulu aspek kesempurnaan dalam setiap kalimat, agar tidak menjadi penghalang dalam merangkai kata demi kata, kalimat demi kalimat dalam tulisan kita.

Pak Nafrizal, sahabat saya dari Sumatera Barat, pernah mengatakan, “Menulislah. Tidak usah berpikir dengan urusan titik koma dan tata bahasa.” Setelah tulisan selesai hingga tetes ide yang terakhir, barulah mencari waktu lain untuk mengoreksi. Ingat! Masih ada editor dan reviewer yang akan beraksi.

Sub materi ketiga adalah “Jurus Timeline”. Jurus ini sebagai sarana agar penulis dapat menikmati proses menulis. Timeline maksudnya garis waktu atau rangkaian kejadian yang urut berdasarkan waktu. Jurus ini biasa saya digunakan untuk melatih menuangkan ide dengan alur yang runtut dan enak dibaca. Adanya timeline membuat alur cerita mudah dipahami dan tidak meloncat-loncat, sehingga membingungkan pembaca.

Kejadian tiba-tiba yang tidak ada dalam timeline menjadi titik menariknya. Jadi, idealnya yang ditulis dalam timeline adalah kejadian yang sudah dialami. Sebab, “sesuatu yang tiba-tiba” itu hanya muncul saat kejadian berlangsung. Modal utama timeline adalah memori jangka pendek dan jangka panjang atau ingatan. Mengapa demikia? Karena hanya berbekal ingatan, seorang penulis dapat mengingat kembali secara detail apa yang dialaminya sehingga dapat menuangkan dalam kisah secara kronologis.

Contoh Timeline

Pukul 04.30 Bangun Tidur

Bagaimana suasana di rumah dan sekeliling rumah saat bangun tidur?

Apa saja aktivitas yang dilakukan setelah bangun tidur?

Adakah kejadian menarik selama menjalankan aktivitas tersebut?

Pukul 06.00 Berangkat ke Kantor

Berangkat naik apa?

Bagaimana kondisi jalan yang dilalui?

Kejadian apa saya yang dilihat atau dirasakan selama perjalanan?

Pukul 07.00  Sudah beraktivitas di Kantor

Apa saja kegiatan yang dilaksanakan selama di kantor?

Bagaimana suasana kerja di kantor?

Bagaimana kondisi fisik kita saat melaksanakan aktivitas kantor sejak masuk hingga selesai

Adakah hal-hal menarik yang terjadi selama melaksanakan kegiatan di kantor?

Pukul 13.30 Pulang Kantor

Bagaimana kondisi lingkungan sekitar saat pulang kantor?

Adakah hal menarik yang dijumpai selama pulang kantor? 

Narasi dari timeline tersebut, yakni : bangun tidur jam berapa, bagaimana keadaan sekitar saat bangun tidur, setelah bangun tidur apa yang pertama kali dikerjakan, kemudian apa lagi … hingga waktu berangkat ke kantor. Kejadian apa yang dialami dan seterusnya.

Melalui rangkaian aktivitas dalam timeline maka ide penulis dapat mengalir secara logis dan kronologis. Timeline kejadian pada hari tertentu bisa dapat dijadikan sebagai latihan menemukan, mengalirkan dan menuangkan ide. Setelah timeline harian, barulah kita berproses para peristiwa yang lebih besar. Misalnya, proses hingga berhasil menulis buku.

Timeline juga dapat dipergunakan untuk mengatasi kondisi deadlock saat menulis. Saat deadlock, cobalah mengingat detik demi detik aktivitas yang telah dilalui. Oleh karena itu, ingatan kejadian yang dialami harus benar-benar dikuak secara detail sehingga menghasilkan kisah yang runtut. Potongan-potongan puzzle peristiwa harus dirangkai secara cermat dan kronologis (berturutan)

Sub materi terakhir adalah ‘Asupan Menulis: 4 Sehat 5 Sempurna”. Agar semakin nikmat dalam menulis, maka dibutuhkan asupan menulis yaitu 4 Sehat 5 Sempurna dengan penjelasan sebagai berikut.

Pertama : Sehat Penglihatan

Seorang penulis harus sehat penglihatan lahiriah dan batiniahnya. Maksud sehat penglihatan lahiriah yaitu jeli dalam melihat sesuatu dari sudut pandang dirinya dan orang lain secara obyektif. Pandai mengambil sudut pandang penulisan secara seimbang. Maksud sehat penglihatan batiniah yaitu menggunakan mata batin untuk membantu proses pendalaman penglihatan lahiriah.

Kedua : Sehat Pendengaran

Seorang penulis harus mendengarkan hal-hal yang sudah pasti kebenarannya. Penulis sejati hanya akan menulis apa yang didengarnya setelah melalui klarifikasi, sekalipun itu didengar dari narasumbernya langsung. Penulis sejati tidak pernah menulis apa yang hanya didengarnya seklias sebelum mengklarifikasi dan memvalidasi terlebih dahulu. Sebab jika tidak berhati-hati justru hanya menghasilkan tulisan yang bersifat hoax.

Ketiga : Sehat pikiran

Maksudnya tidak hanya sebatas sehat akal, namun seorang penulis harus selalu berpikir positif. Menyikapi sesuatu dengan selalu mengedepankan praduga tak bersalah dan selalu berbaik sangka. Berpikiran luas dalam menangkap sebuah fenomena. Menilai kelogisan sebuah peristiwa untuk dituliskan.

Keempat : Sehat Perasaan

Maksudnya seorang penulis tidak mudah terbawa emosi atau baper agar isi tulisannya tidak mengedepankan aspek emosi yang kadang tidak terkontrol. Tulisan yang baik adalah tulisan yang mampu menyentuh emosi pembaca. Bukan tulisan yang berisi luapan emosional penulisnya. Oleh karena itu, ritme perasaan saat menulis harus dikelola dengan baik.

Kelima : Sempurna didasari dengan HATI

Penglihatan, pendengaran, pikiran dan perasaan akan menjadi optimal saat semuanya dilandasi dengan HATI. Libatkan hati yang terdalam. Menulis benar-benar dari dalam hati. Menulislah dengan sepenuh hati. Tulisan yang keluar dari hati, akan sampai ke hati pembacanya.

Materi tersebut akhirnya saya sajikan di Kelas Menulis RPI NTT pada Kamis malam 25 Februari 2021. Tak seperti narasumber lainnya, respon peserta sebelum acara dimulai terkesan dingin. Mirip dinginnya udara Lereng Lawu yang saya rasakan karena bersamaan dengan hujan lebat. Ha…ha…ha… Saya juga tidak mengetahui siapa yang menjadi moderator kelas. Saya sempat pesimis, hingga akhirnya Bunda Lilis japri menjelang magrib, “Pak Eko menawi sampun kula di WA njih” (Pak Eko kalau sudah siap saya di WA ya).

Selepas magrib saya pun tancap gas menyajikan materi yang sudah siap di komputer. Mendadak, motivasi tiba-tiba berlipat, karena Bunda Lilis yang menemani saya menyajikan materi. Mengingat anggota grup sebagian dari kelas MBI serta anggota RPI yang sudah menghasilkan tulisan, maka saya tidak berbicara sebagai penulis, namun sebagai editor dan reviewer buku. Kenapa demikian? Karena dari situlah saya menemukan nikmatnya membaca tulisan dan seolah merasakan proses menulis dari para penulisnya.

Saat mengedit buku, tak jarang saya temukan tulisan yang dipaksakan. Efeknya, saat dibaca terasa hambar dan tidak nikmat. Tidak sampai ke hati, karena menulisnya tidak sepenuh hati. Produk tulisan jangan dipaksakan. Jangan menulis apa yang tidak diketahui, tidak dikuasai, dan tidak dipahami. Jika dipaksakan, hasilnya pasti terasa oleh pembaca yang jeli. Maka dari itu, saya pun sharing materi menulis itu nikmat seperti tertulis sebelumnya.

Saat menyajikan materi, saya sisipkan “Teori 10.000” Jam dari Malcolm Gladwell yang bunyinya: “Seseorang akan menjadi ahli dalam suatu bidang tertentu yang diinginkan setelah dia melakukan atau mempelajarinya dalam waktu 10.000 jam”. Lepas dari benar tidaknya, teori tersebut memberikan pesan mendalam. Pesannya bahwa “keberhasilan merupakan buah ketekunan dan kerja keras. Keberhasilan bukan sesuai yang instan, datang secara mendadak atau kebetulan. Namun berproses dan melalui perjuangan.” Orang-orang yang sudah memiliki bakat bawaan pun, akan menonjol bakatnya setelah diasah dengan tekun.

Kegiatan yang berlangsung hingga pukul 20.30 WIB tersebut memang terkesan berarus datar. Maklumlah, selain pesertanya sudah menghasilkan tulisan atau bahkan buku, kegiatan ini sifatnya hanya berbagi pengalaman. Maka sedari awal saya menegaskan bahwa ingin berguru dari anggota grup RPI. Grup Rumah Produktif Indonesia yang tentunya menghasilkan produk beraneka ragam khususnya tulisan khususnya.

Pada akhir penyajian, saya tutup dengan quote yang menjadi niche (ciri khas). Sebagai penulis, saya punya niche sebutan “Sang Pena Lereng Lawu” dan niche berupa quote “Menulis itu olah kata dengan rasa, karena menulis seperti berbicara dan teman bicaranya adalah HATI”. Terima kasih Bunda Lilis, rekan-rekan pengurus dan anggota RPI serta peserta Kelas Menulis RPI atas ruang berbagi yang disediakan untuk saya. Saya punya keyakinan bahwa RPI tidak hanya menjadi Rumah Produksi Indonesia, namun juga menjadi Ruang Penulis Inspiratif. Ruang yang insyaallah akan menghasilkan para penulis, editor, reviewer, motivator dan mentor buku yang hebat.

Setelah acara ditutup, respon dari para peserta ternyata sangat meriah. Saya sempat berpikir, “Saat acara belangsung adem ayem. Setelah acara sangat semarak. Apa penyajian saya tadi membingungkan, ya???” Ah…sudahlah…semua sudah berlalu. Ada kejutan pantun saya dapatkan dari Pak Y. Joni Liwu, S.Pd., seorang tenaga pendidik sekaligus penulis tenar yang aktif menulis di Radar NTT.

Kemarau panjang di bulan Juni,

Rumput kering di tanah Savana.

Sungguh beruntung di malam ini,

Raup ilmu 4 sehat 4 sempurna.

Kejutan tak terhenti selepas kegiatan saja. Keseokan paginya menjelang subuh, dapat kejutan lagi. Kali ini pantun dari Ibu Ni Ketut Suastiwi, S.Pd.AUD. Sosok ibu guru TK Negeri Desa Tusan Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, Bali. Sosok yang multitalent, menyandang banyak prestasi, cakap dalam menulis, membuat pantun berikut.

Belanja barang kita ke toko

Mampir ke pasar beli seledri

Belajar Menulis bareng Pak Eko

Jiwa sehat karya terpatri.

Sungguh apresiasi yang luar biasa bagi saya, yang juga masih harus banyak belajar dalam bidang tulis menulis. Terima kasih atas semua apresiasi yang diberikan. Semoga apa yang telah saya bagikan dapat membantu kemajuan literasi nusantara.

Sebagai bagian dari inspirasi di masa pandemi, saya sisipkan puisi berikut ini. 

SAJAK CORONA 

 

Saat engkau hadir ….

Keramaian menjelma menjadi kesunyian

Hiruk pikuk dunia seolah senyap

Suara bising mesin seolah bungkam

Kepulan asap di jalanan seolah sirna

 

Saat logika belum genap berpikir

Nada sendu terlantun dalam kesunyian

Deru ambulan menggema meski sekejap

Lampu sirine menjadi penghias menuju makam

Tangisan menjadi musik pengiringnya

 

Teriakan tanah pemakaman keras terdengar

Tak kuasa menahan beban

Lambaian pencakar langit meminta belas kasihan

Tak kuasa menahan kesunyian

Detak urat nadi ekonomi lemah lunglai mati suri

Tak kuasa menahan resesi

 

 Saat engkau hadir ….

Yang dekat tak kuasa menyekat

Yang bersahabat tak kuasa mendekat

Yang kuat tak kuasa menggeliat

Yang hebat tak kuasa berbuat

 

Hanya terbayang takdir

Yang sehat bersandar iman dan imun kuat

Yang dirawat memandang yang berhazmat

Yang pergi berharap dilepas dengan hormat

Yang tinggal meratap penuh khidmat

 

Engkau runtuhkan tembok kesombongan

Engkau padamkan api keegoisan

Engkau sibakkan tabir kelemahan

Engkau tunjukkan jalan kebenaran

Engkau pahamkan hakikat makna kehidupan

Engkau kembalikan jati diri sebagai insan

  

27 Februari 2021

Sang Pena Lereng Lawu

Previous Post
Next Post

1 komentar:

  1. Terima kasih pak inspirasinya.. sy semakin termotivasi buat belajar menulis

    BalasHapus