Pandemi
tak terasa sudah hampir setahun menjelang. Makhluk mikro yang bernama virus
Covid-19 telah mengubah wajah dunia. Masa depan dunia seolah makin tak menentu.
Jurang resesi menganga di seluruh penjuru dunia. Dunia yang semula hiruk pikuk,
mendadak sunyi. Bising suara mesin dan kepulan asap kendaraan bermotor seolah senyap.
Manusia yang semula abai dengan nikmat yang bernama imun, mendadak begitu perhatian.
Cuci
tangan yang jarang dilakukan mendadak menjadi trend. Begitupun
kewaspadaan sosial yang meningkat dengan saling menjaga jarak. Hingga rela
membatasi ruang gerak oksigen dengan memakai masker. Berbagai kebijakan
pembatasan yang bernama lockdown, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB),
Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan masyarakat (PPKM), maupun PPKM Mikro seolah
memenjara ruang gerak aktivitas masyarakat.
Meski
demikian, berkurangnya ruang gerak tak serta merta membatasi ruang kreativitas.
Sebagai makhluk yang diciptakan Allah dengan sempurna, banyak aktivitas positif
yang dapat dilakukan di masa pandemi. Terlebih wajah dunia memang telah berubah
berkat kemajuan ilmu dan teknologi, sehingga aktivitas manusia semakin tak
terbatas tempat dan waktu.
Tanpa
disadari, Covid-19 telah menjelma menjadi “guru besar” yang membuka cakrawala
manusia. Cakrawala tentang pemanfaatan teknologi digital dalam rangka membangun
peradaban baru manusia yang lebih berkarakter. Beberapa bentuk di antaranya
adalah work from home (bekerja dari rumah), learn from home
(belajar dari rumah), training from home (pelatihan dari rumah) dan
masih banyak yang lainnya.
Salah
satu kegiatan pelatihan dari rumah adalah diklat menulis online melalui
grup WhatsApp yang diselenggarakan Rumah Produktif Indonesia (RPI) Nusa
Tenggara Timur ini. Saya akhirnya juga ikut terlibat dalam kegiatan diklat
online tersebut sebagai penyedekah ilmu. Perkenalan saya dengan RPI tak lepas
dari peran Dra. Lilis Ika Herpianti Sutikno, SH. atau Bunda Lilis. Sosok guru
inspiratif dari NTT. Guru cantik inspirasi dunia. Penulis buku best seller
“Guru adalah Inspirasi”.
Kisah
saya mengenal RPI bermula pada tanggal 20 Februari 2021 selepas waktu asar. Saya
menerima pesan Bunda Lilis melalui WA yang bunyinya, “Pak Eko, minggu depan
kita sedekah ilmu saget? Njenengan malam Jum’at Menulis itu Nikmat”. Spontan
saya membalas, “Kelas MBI Bunda?” Maklum, selama ini saya bekerja sama dengan
beliau di Kelas Menulis Buku Inspirasi (MBI). Sejak bulan Agustus 2020 saya
aktif di Kelas MBI. Bunda Lilis menjawab, “Bukan. RPI (Rumah Produktif
Indonesia) NTT. Mau launching buku sebagai penanda RPI ada di Kupang.” Wah…
sebuah kebahagiaan tersendiri bagi saya diajak bersedekah ilmu.
Saya
pun menyanggupi permintaan beliau untuk bersedekah ilmu seperti di kelas MBI
maupun di kelas menulis online lainnya. Menjelang waktu zuhur tanggal 21
Februari 2021, Bunda Lilis memasukkan saya ke WhatsApp group RPI
MENULIS BUKU BER-ISBN. Sore harinya sekira jam 16.00 WIB, saya menerima jadwal
dari Bunda Lilis. Sesuai schedule, kegiatan berlangsung selama lima hari
dari tanggal 22 hingga 26 Februari 2021. Saya mendapatkan jadwal hari Kamis
malam tanggal 25 Februari 2021 dengan materi “Menulis Itu Nikmat”. Materi yang
sudah tersampaikan dua kali pada Kelas MBI Gelombang I dan II. Meski judul
temanya sama, namun secara content saya buat berbeda.
Foto 1. Jadwal Kelas Menulis Online
Bersama RPI NTT
(Sumber : WA Image Bunda Lilis Tanggal 21 Februari 2021 Pukul 16.13 WIB)
Setelah
menerima jadwal, saya menggali informasi lebih dalam tentang RPI dari Bunda
Lilis. Tujuannya agar mengetahui secara jelas siapa audience kelas RPI,
sehingga materi yang saya sajikan nantinya tepat sasaran. Saya sempatkan juga
membuka keanggotaan grup, dan ternyata sebagian anggotanya berasal dari kelas
MBI. Adapun peserta kelas RPI sendiri sebagian sudah membuat tulisan dengan
tema Kisah Inspirasi. Kondisi itu membuat saya harus membuat style yang
berbeda dalam menyajikan materi “Menulis itu Nikmat”.
Maksud
hati, saya ingin mempersiapkan materi sejak dini agar content-nya
berbobot. Namun, ada sesuatu tak terduga selepas subuh tanggal 23 Februari 2021.
Bola mata kiri saya merah dengan urat-urat yang nampak jelas mengalami
perdarahan seperti syarat pecah. Semula saya tak menyadari, hingga isteri
mengingatkan bahwa bola mata kiri saya memerah. Awalnya tak terasa sakit, sehingga
saya tetap ke kantor karena terpaku jadwal piket dengan absensi online.
Sepulang kantor, barulah terasa sakit terlebih saat berada di depan layar
komputer. Setelah konsultasi medis secara online, saya mendapatkan obat
tetes mata yang alhamdulillah dapat meredam rasa sakitnya.
Rabu
pagi tanggal 24 Februari 2021, Bunda Lilis berbicara langsung melalui call
WA tentang teknis kegiatan pada Kamis malam. Setelah ada kesepakatan teknis,
Rabu malam saya mulai melakukan persiapan. Saya mulai berselancar di dunia maya
mencari informasi lebih dalam mengenai RPI secara menyeluruh. Sempat tak
berhasil menemukan informasi, akhirnya Bunda Lilis memberikan alamat website
rpi.or.id.
Website
rpi.or.id. ternyata belum menyediakan informasi komprehensif tentang apa dan
bagaimana RPI. Namun melihat content yang banyak diunggah di website
RPI, saya punya keyakinan bahwa kegiatannya bersifat positif khususnya dalam
membangun literasi. Selanjutnya, saya membuat flyer sesuai permintaan
Bunda Lilis supaya mempersiapkannya sendiri. Meski menahan rasa sakit, saya
berhasil menyelesaikan flyer yang sederhana. Flyer tersebut saya
share ke Bunda Lilis jelang tengah malam.
(Sumber : Dokumen Pribadi didesain dengan PosterMyWal)
Sejak
tanggal 25 Februari 2021 pagi, saya sempatkan menulis bahan materi untuk
disajikan malam harinya. Rasa sakit begitu menyiksa di mata, namun saya
berusaha menulis baris demi baris naskah dengan tema “Menulis itu Nikmat”.
Tujuannya, agar saat berada di kelas saya tinggal copy paste sehingga
mempercepat proses penyajian materi. Sambil mengetik naskah, saya sesekali
melihat grup RPI. Hinggal jam 09.00 WIB tercatat 45 anggota yang telah bergabung
di grup. Namun dalam waktu dua jam setelahnya, anggota grup bertambah 34 orang
hingga keseluruhan menjadi 79 peserta.
Kondisi
tersebut menambah motivasi untuk membagikan sesuatu yang bermanfaat bagi para
peserta. Menjelang asar, materi selesai saya ketik mencakup empat sub, yakni
mengapa menulis itu nikmat, mengapa menulis harus nikmat, jurus timeline
serta asupan 4 sehat 5 sempurna dalam menulis.
Sub
materi “Mengapa menulis itu nikmat?” berisi tentang latar belakang menulis itu nikmat.
Menurut saya, ada delapan hal yang menjadikan menulis itu nikmat, yaitu:
1.
Menulis
dapat melepaskan beban jiwa karena menulis seperti terapi jiwa. Menulis bahkan membantu
berpikir lebih jernih melalui penyaluran emosi yang tidak dapat diucapkan
dengan kata-kata. Misalnya bentuk curahan hati atau pelampiasan yang dituangkan
dalam diary.
2.
Membuat
orang bahagia karena dapat berbagi kebaikan dengan orang lain, misalnya berbagi
pengalaman, kisah inspirasi, tips, ilmu, resep dan sebagainya.
3.
Menyampaikan
ide atau gagasan, misalnya opini atau kritik. Ide atau gagasan bisa topik
simpel yang ada di lingkungan sekitar atau pengalaman hidup sendiri maupun orang
lain
4.
Sarana
aktualisasi diri atau menunjukkan who am I (siapa diri kita sebenarnya)
tanpa harus mengataknya pada orang lain. Biasanya saat kita menunjukkan
aktualisasi diri dengan berbicara umumnya kita dianggap sombong. Namun, tidak
dengan aktualisasi melalui tulisan.
5.
Menyalurkan
bakat, minat ataupun hobi.
6.
Menunjang
karier, khususnya bagi ASN atau dosen yang membutuhkan poin angka kredit dari
pengembangan ilmiah
7.
Sumber
pendapatan. Ingat JK Rowling? Dia adalah penulis seri novel “Harry Potter”. Bukunya
telah terjual sebanyak 500 juta copy dalam 80 bahasa dan
menghasilkan pendapatan sekitar 16 trilyun. Luar biasa bukan …!!!
8.
Ladang
ibadah dan amal jariyah. Endingnya sebagai bekal di akhirat. Sebuah quote
dari Ali
bin Abi Thalib, “Semua orang akan mati kecuali karyanya maka tulislah sesuatu
yang akan membahagiakan dirimu di akhirat kelak”.
Sub
materi “Mengapa Menulis itu harus dengan nikmat?” berisi tentang alasan menulis
harus dilakukan dengan nikmat. Nikmat biasanya membuat orang merasa bahagia,
senang, lega. Misalnya saat sedang galau atau sedih. Coba lampiaskan dengan
menulis! Biasanya perasaan akan menjadi lega. Rasa lega membuat orang tenang
dan terasa nikmat. Oleh karenanya, menulis dengan nikmat akan membuat kita
merasa senang dan bahagia dalam menulis. Kalau perasaan senang dan bahagia, penulis
akan enjoy dalam menulis.
Kenapa
kita kesulitan mengawali kegiatan menulis? Bisa jadi karena kita tidak bahagia
dalam menulis. Terbebani dengan aktivitas menulis. Menulis sesuatu yang sangat
abstrak. Sesuatu yang belum pernah dialami, tidak diketahui, tidak dikuasai
atau tidak dipahami. Bukankah beban merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan? Jika
kita terpaksa dalam menulis, maka sulit untuk menghasilkan tulisan yang merdeka
atau sulit melepaskan ide yang terpenjara. Misalnya, saat dikejar target dan dibatasi
deadline, biasanya akan membuat perasaan penulis tertekan. Dampaknya,
bukan proses menulis yang nikmat, tetapi menulis karena dituntut kewajiban.
Lantas,
“Bagaimana cara nikmat dalam menulis?” Saat mulai menulis, suasana hati harus
santai, rileks, senang dan bahagia. Maka, pilihlah waktu yang ideal untuk
menulis dengan kondisi fisik yang fit. Lalu mulailah menerawang. Apa
yang diterawang? Apa yang pernah dialami, dirasakan, dijumpai. Intinya yang
mudah ditulis itu adalah yang kita tahu dan kita kuasai. Jangan menulis yang
tidak kita pahami atau kita kuasai. Pasti dalam proses menulisnya akan
menjumpai banyak kebuntuan.
Langkah
selanjutnya, mulailah menulis. Nah, untuk tahap ini, proses awalnya memang harus
dipaksa. Jangan terbawa suasana hati dan jangan hanya terpaku pada mood.
Penulis yang baik bukan menunggu waktu luang, tapi meluangkan waktu untuk
menulis. Apapun itu, yang penting mulailah menulis, tulis, tulis, dan tulis
hingga selesai. Jangan merasa takut salah! Jangan pernah mengoreksi sambal
menulis! Selesaikan saja semua tulisan hingga ide terakhir berhasil dituangkan!
Saat
menulis, abaikan aturan baku dalam menulis agar tidak mengalami deadlock.
Saat menulis sambil mengoreksi, maka tulisan tidak akan pernah selesai. Penulis
akan terjebak dalam lingkaran kebuntuan. Oleh karena itu, biarkan ide mengalir
secara alamiah. Abaikan terlebih dahulu aspek kesempurnaan dalam setiap kalimat,
agar tidak menjadi penghalang dalam merangkai kata demi kata, kalimat demi
kalimat dalam tulisan kita.
Pak
Nafrizal, sahabat saya dari Sumatera Barat, pernah mengatakan, “Menulislah. Tidak
usah berpikir dengan urusan titik koma dan tata bahasa.” Setelah tulisan selesai
hingga tetes ide yang terakhir, barulah mencari waktu lain untuk mengoreksi.
Ingat! Masih ada editor dan reviewer yang akan beraksi.
Sub
materi ketiga adalah “Jurus Timeline”. Jurus ini sebagai sarana agar penulis
dapat menikmati proses menulis. Timeline maksudnya garis waktu atau
rangkaian kejadian yang urut berdasarkan waktu. Jurus ini biasa saya digunakan
untuk melatih menuangkan ide dengan alur yang runtut dan enak dibaca. Adanya timeline
membuat alur cerita mudah dipahami dan tidak meloncat-loncat, sehingga
membingungkan pembaca.
Kejadian
tiba-tiba yang tidak ada dalam timeline menjadi titik menariknya. Jadi,
idealnya yang ditulis dalam timeline adalah kejadian yang sudah dialami.
Sebab, “sesuatu yang tiba-tiba” itu hanya muncul saat kejadian berlangsung.
Modal utama timeline adalah memori jangka pendek dan jangka panjang atau
ingatan. Mengapa demikia? Karena hanya berbekal ingatan, seorang penulis dapat mengingat
kembali secara detail apa yang dialaminya sehingga dapat menuangkan dalam kisah
secara kronologis.
Contoh
Timeline
Pukul 04.30 Bangun Tidur
Bagaimana suasana
di rumah dan sekeliling rumah saat bangun tidur?
Apa saja aktivitas
yang dilakukan setelah bangun tidur?
Adakah kejadian
menarik selama menjalankan aktivitas tersebut?
Pukul 06.00 Berangkat ke Kantor
Berangkat naik apa?
Bagaimana kondisi
jalan yang dilalui?
Kejadian apa saya
yang dilihat atau dirasakan selama perjalanan?
Pukul 07.00 Sudah
beraktivitas di Kantor
Apa saja kegiatan
yang dilaksanakan selama di kantor?
Bagaimana suasana
kerja di kantor?
Bagaimana kondisi
fisik kita saat melaksanakan aktivitas kantor sejak masuk hingga selesai
Adakah hal-hal
menarik yang terjadi selama melaksanakan kegiatan di kantor?
Pukul 13.30 Pulang Kantor
Bagaimana kondisi
lingkungan sekitar saat pulang kantor?
Adakah hal menarik yang dijumpai selama pulang kantor?
Narasi
dari timeline tersebut, yakni : bangun tidur jam berapa, bagaimana
keadaan sekitar saat bangun tidur, setelah bangun tidur apa yang pertama kali
dikerjakan, kemudian apa lagi … hingga waktu berangkat ke kantor. Kejadian apa
yang dialami dan seterusnya.
Melalui
rangkaian aktivitas dalam timeline maka ide penulis dapat mengalir
secara logis dan kronologis. Timeline kejadian pada hari tertentu bisa dapat
dijadikan sebagai latihan menemukan, mengalirkan dan menuangkan ide. Setelah timeline
harian, barulah kita berproses para peristiwa yang lebih besar. Misalnya, proses
hingga berhasil menulis buku.
Timeline juga dapat dipergunakan untuk
mengatasi kondisi deadlock saat menulis. Saat deadlock, cobalah
mengingat detik demi detik aktivitas yang telah dilalui. Oleh karena itu,
ingatan kejadian yang dialami harus benar-benar dikuak secara detail sehingga
menghasilkan kisah yang runtut. Potongan-potongan puzzle peristiwa harus
dirangkai secara cermat dan kronologis (berturutan)
Sub
materi terakhir adalah ‘Asupan Menulis: 4 Sehat 5 Sempurna”. Agar semakin
nikmat dalam menulis, maka dibutuhkan asupan menulis yaitu 4 Sehat 5 Sempurna
dengan penjelasan sebagai berikut.
Pertama
: Sehat Penglihatan
Seorang
penulis harus sehat penglihatan lahiriah dan batiniahnya. Maksud sehat
penglihatan lahiriah yaitu jeli dalam melihat sesuatu dari sudut pandang
dirinya dan orang lain secara obyektif. Pandai mengambil sudut pandang penulisan
secara seimbang. Maksud sehat penglihatan batiniah yaitu menggunakan mata batin
untuk membantu proses pendalaman penglihatan lahiriah.
Kedua
: Sehat Pendengaran
Seorang
penulis harus mendengarkan hal-hal yang sudah pasti kebenarannya. Penulis sejati
hanya akan menulis apa yang didengarnya setelah melalui klarifikasi, sekalipun
itu didengar dari narasumbernya langsung. Penulis sejati tidak pernah menulis
apa yang hanya didengarnya seklias sebelum mengklarifikasi dan memvalidasi terlebih
dahulu. Sebab jika tidak berhati-hati justru hanya menghasilkan tulisan yang bersifat
hoax.
Ketiga
: Sehat pikiran
Maksudnya
tidak hanya sebatas sehat akal, namun seorang penulis harus selalu berpikir
positif. Menyikapi sesuatu dengan selalu mengedepankan praduga tak bersalah dan
selalu berbaik sangka. Berpikiran luas dalam menangkap sebuah fenomena. Menilai
kelogisan sebuah peristiwa untuk dituliskan.
Keempat
: Sehat Perasaan
Maksudnya
seorang penulis tidak mudah terbawa emosi atau baper agar isi tulisannya
tidak mengedepankan aspek emosi yang kadang tidak terkontrol. Tulisan yang baik
adalah tulisan yang mampu menyentuh emosi pembaca. Bukan tulisan yang berisi
luapan emosional penulisnya. Oleh karena itu, ritme perasaan saat menulis harus
dikelola dengan baik.
Kelima
: Sempurna didasari dengan HATI
Penglihatan,
pendengaran, pikiran dan perasaan akan menjadi optimal saat semuanya dilandasi
dengan HATI. Libatkan hati yang terdalam. Menulis benar-benar dari dalam hati.
Menulislah dengan sepenuh hati. Tulisan yang keluar dari hati, akan sampai ke
hati pembacanya.
Materi
tersebut akhirnya saya sajikan di Kelas Menulis RPI NTT pada Kamis malam 25
Februari 2021. Tak seperti narasumber lainnya, respon peserta sebelum acara
dimulai terkesan dingin. Mirip dinginnya udara Lereng Lawu yang saya rasakan
karena bersamaan dengan hujan lebat. Ha…ha…ha… Saya juga tidak mengetahui siapa
yang menjadi moderator kelas. Saya sempat pesimis, hingga akhirnya Bunda Lilis
japri menjelang magrib, “Pak Eko menawi sampun kula di WA njih” (Pak Eko kalau
sudah siap saya di WA ya).
Selepas
magrib saya pun tancap gas menyajikan materi yang sudah siap di komputer. Mendadak,
motivasi tiba-tiba berlipat, karena Bunda Lilis yang menemani saya menyajikan
materi. Mengingat anggota grup sebagian dari kelas MBI serta anggota RPI yang
sudah menghasilkan tulisan, maka saya tidak berbicara sebagai penulis, namun
sebagai editor dan reviewer buku. Kenapa demikian? Karena dari situlah
saya menemukan nikmatnya membaca tulisan dan seolah merasakan proses menulis
dari para penulisnya.
Saat
mengedit buku, tak jarang saya temukan tulisan yang dipaksakan. Efeknya, saat
dibaca terasa hambar dan tidak nikmat. Tidak sampai ke hati, karena menulisnya
tidak sepenuh hati. Produk tulisan jangan dipaksakan. Jangan menulis apa yang
tidak diketahui, tidak dikuasai, dan tidak dipahami. Jika dipaksakan, hasilnya
pasti terasa oleh pembaca yang jeli. Maka dari itu, saya pun sharing
materi menulis itu nikmat seperti tertulis sebelumnya.
Saat
menyajikan materi, saya sisipkan “Teori 10.000” Jam dari Malcolm Gladwell yang bunyinya:
“Seseorang akan menjadi ahli dalam suatu bidang tertentu yang diinginkan
setelah dia melakukan atau mempelajarinya dalam waktu 10.000 jam”. Lepas dari
benar tidaknya, teori tersebut memberikan pesan mendalam. Pesannya bahwa “keberhasilan
merupakan buah ketekunan dan kerja keras. Keberhasilan bukan sesuai yang
instan, datang secara mendadak atau kebetulan. Namun berproses dan melalui
perjuangan.” Orang-orang yang sudah memiliki bakat bawaan pun, akan menonjol bakatnya
setelah diasah dengan tekun.
Kegiatan
yang berlangsung hingga pukul 20.30 WIB tersebut memang terkesan berarus datar.
Maklumlah, selain pesertanya sudah menghasilkan tulisan atau bahkan buku,
kegiatan ini sifatnya hanya berbagi pengalaman. Maka sedari awal saya
menegaskan bahwa ingin berguru dari anggota grup RPI. Grup Rumah Produktif Indonesia yang tentunya menghasilkan produk beraneka ragam khususnya tulisan
khususnya.
Pada
akhir penyajian, saya tutup dengan quote yang menjadi niche (ciri
khas). Sebagai penulis, saya punya niche sebutan “Sang Pena Lereng Lawu”
dan niche berupa quote “Menulis itu olah kata dengan rasa, karena
menulis seperti berbicara dan teman bicaranya adalah HATI”. Terima kasih Bunda
Lilis, rekan-rekan pengurus dan anggota RPI serta peserta Kelas Menulis RPI
atas ruang berbagi yang disediakan untuk saya. Saya punya keyakinan bahwa RPI
tidak hanya menjadi Rumah Produksi Indonesia, namun juga menjadi Ruang
Penulis Inspiratif. Ruang yang insyaallah akan menghasilkan para
penulis, editor, reviewer, motivator dan mentor buku yang hebat.
Setelah
acara ditutup, respon dari para peserta ternyata sangat meriah. Saya sempat
berpikir, “Saat acara belangsung adem ayem. Setelah acara sangat
semarak. Apa penyajian saya tadi membingungkan, ya???” Ah…sudahlah…semua sudah
berlalu. Ada kejutan pantun saya dapatkan dari Pak Y. Joni Liwu, S.Pd., seorang
tenaga pendidik sekaligus penulis tenar yang aktif menulis di Radar NTT.
Kemarau panjang di bulan Juni,
Rumput kering di tanah Savana.
Sungguh beruntung di malam ini,
Raup ilmu 4 sehat 4 sempurna.
Kejutan
tak terhenti selepas kegiatan saja. Keseokan paginya menjelang subuh, dapat
kejutan lagi. Kali ini pantun dari Ibu Ni Ketut Suastiwi, S.Pd.AUD. Sosok ibu
guru TK Negeri Desa Tusan Kecamatan Banjarangkan, Klungkung, Bali. Sosok yang multitalent,
menyandang banyak prestasi, cakap dalam menulis, membuat pantun berikut.
Belanja barang kita ke toko
Mampir ke pasar beli seledri
Belajar Menulis bareng Pak Eko
Jiwa sehat karya terpatri.
Sungguh
apresiasi yang luar biasa bagi saya, yang juga masih harus banyak belajar dalam
bidang tulis menulis. Terima kasih atas semua apresiasi yang diberikan. Semoga
apa yang telah saya bagikan dapat membantu kemajuan literasi nusantara.
Sebagai
bagian dari inspirasi di masa pandemi, saya sisipkan puisi berikut ini.
SAJAK CORONA
Saat
engkau hadir ….
Keramaian
menjelma menjadi kesunyian
Hiruk
pikuk dunia seolah senyap
Suara
bising mesin seolah bungkam
Kepulan
asap di jalanan seolah sirna
Saat
logika belum genap berpikir
Nada
sendu terlantun dalam kesunyian
Deru
ambulan menggema meski sekejap
Lampu
sirine menjadi penghias menuju makam
Tangisan
menjadi musik pengiringnya
Teriakan
tanah pemakaman keras terdengar
Tak
kuasa menahan beban
Lambaian
pencakar langit meminta belas kasihan
Tak
kuasa menahan kesunyian
Detak
urat nadi ekonomi lemah lunglai mati suri
Tak
kuasa menahan resesi
Yang
dekat tak kuasa menyekat
Yang
bersahabat tak kuasa mendekat
Yang
kuat tak kuasa menggeliat
Yang
hebat tak kuasa berbuat
Hanya
terbayang takdir
Yang
sehat bersandar iman dan imun kuat
Yang
dirawat memandang yang berhazmat
Yang
pergi berharap dilepas dengan hormat
Yang
tinggal meratap penuh khidmat
Engkau
runtuhkan tembok kesombongan
Engkau
padamkan api keegoisan
Engkau
sibakkan tabir kelemahan
Engkau
tunjukkan jalan kebenaran
Engkau
pahamkan hakikat makna kehidupan
Engkau
kembalikan jati diri sebagai insan
27
Februari 2021
Sang
Pena Lereng Lawu
Terima kasih pak inspirasinya.. sy semakin termotivasi buat belajar menulis
BalasHapus