Menuju Titik 0
Setiap terjadi pergantian tahun selalu menjadi
perhatian banyak orang. Ada yang fokus membahas apa yang telah dilakukan
setahun berlalu. Ada yang membuat planing apa yang akan dikerjakan setahun yang
akan berjalan. Ada yang membicarakan apa yang akan terjadi tahun ini. Ada yang
merayakan dengan berpesta. Bahkan ada yang acuh melihat tahun telah berganti.
Namun, tidak banyak yang memperhatikan bahwa
bergantinya tahun karena bergantinya bulan. Bergantinya bulan Karena
bergantinya hari. Bergantinya hari karena bergantinya jam. Bergantinya jam
karena bergantinya menit. Bergantinya menit karena berjalannya detik.
Hal pasti dari segudang ulasan tentang apa yang
sudah dikerjakan dan akan dikerjakan bahwa waktu tidak dapat diulang. Sedetik
yang berlalu, tak dapat diulang kembali dimasa datang. Apalagi mengulang
kembali tahun yang berlalu.
Semakin berjalannya waktu maka semakin sempit
pula kesempatan yang dimiliki. Mengapa demikian? Karena sejatinya saat kita
dilahirkan maka saat itu pula hitungan waktu mundur menuju ajal dimulai.
Semakin bertambah bilangan umur, fisik mulai lemah, rambut mulai memutih, kulit
mulai keriput, pandangan mulai kabur, ingatan mulai lupa bahkan sakit mulai
menyelimuti badan.
Muasabah memang menjadi sarana untuk mawas
diri. Mawas diri untuk agar tidak mengulang kesalahan masa lalu dimasa datang.
Mawas diri untuk memperbaiki kekurangan. Mawas diri untuk menghisab diri
sendiri sudah berapa banyak bekal amal yang kita kumpulkan. Mawas diri untuk
segera berbuat kebaikan sebanyak mungkin.
Ingatlah saat ini kita sedang menuju titik 0
atau garis finish kehidupan. Saat berada di titik 0 maka semua tak akan berguna.
Tumpukan harta benda tak lagi berharga. Keluarga tak lagi bersama. Beramal tak
lagi kuasa. Tobat pun tak lagi diterima. Hanya ada dua pintu yang tersedia
neraka atau surga.
Kata Ebiet G. Ade segeralah bersujud mumpung
kita masih diberi waktu. Segeralah berbuat mumpung kita masih mampu. Segeralah
menuju ampunan Illahi. Kumpulkan bekal sebanyak mungkin tuk perjalanan abadi.
Jadikan diri kita orang yang beruntung. Caranya? Barang siapa yang amalnya hari
ini lebih baik dari hari kemarin maka ia orang yang beruntung. Tinggalkan kenangan
yang berkesan seperti tulisan, bukan batu nisan. Sebagai bukti bahwa kita
pernah hidup dan akan dikenang sepanjang jaman.
#renungan_tengah_malam_edisi01
Tags:
Renungan Malam
Bagus Pak Eko, saya suka. Kereeen...
BalasHapusTerima Kasih Bunda...
HapusSemoga kita bisa memanfaatkan waktu yang ada untuk kebaikan orang banyak... Dan pastinya menulis untuk mencatat nama kita untuk tetap dikenang..
BalasHapusTerimakasih pak... Mari ttp semangat menulis..💪💪💪
Siap Pak Sahat...kita satu tim dipercaya untuk mengajarkan virus menulis..Mari tetap bersemangat untuk selalu menulis...
HapusKapan saya mulai menulis semua masih angan2 semoga karena membaca tulisan senior2 tangan ini tergerak
BalasHapusMari Ibu...segera tuangkan ide dalam tulisan...jangan terlalu lama di pendam dalam angan-angan...nanti terbawa angin....
Hapus