Pandemi
Covid-19 telah berlangsung lebih dari satu tahun. Virus yang sebelumnya disebut
dengan Corona itu masih masif menyebar di permukaan bumi. Tanda-tanda akan
berakhirnya pandemi Covid-19 pun semakin tidak jelas. Terlebih Covid-19
termasuk virus yang “cerdas” karena mampu bermutasi menjadi berbagai jenis
sehingga semakin menyulitkan dalam penanganannya. Adanya mutasi virus tersebut mengancam efektivitas
vaksin yang saat ini sedang dipergunakan secara massal.
Kilas
balik pada awal munculnya, penyebaran virus Covid-19 memang tidak dibayangkan akan
membawa dampak separah sekarang ini. Virus yang awalnya menyebar di Wuhan, Cina
ini diprediksi akan mudah ditangani seperti jenis virus lainnya (flu burung,
flu babi, Mers). Kenyataannya, semua negara dibuat kalang kabut menghadapi
makhluk yang sebenarnya sangat lemah tersebut. Manusia juga harus belajar
beradaptasi pada keadaan kenormalan baru, karena tidak dapat kembali menjalani
kehidupan normal seperti keadaan sebelum pandemi.
Yah….kehadiran
makhluk yang hanya berukuran nano tersebut, ternyata telah meruntuhkan kesombongan
manusia. Bukankah selama ini manusia pamer bisa membuat teknologi canggih?
Bukankan manusia selama ini pamer kehebatan senjata yang dimilikinya? Bukankah
manuusia selama ini pamer akan kecerdasan yang dimilikinya sehingga tak segan menyalahi
hukum Allah?
Melihat
semua bentuk pamer dari makhluk yang bernama manusia, Allah pun masih
menunjukkan sifat kasih sayangNya. Bukan burung Ababil yang membawa batu kerikil
dari neraka yang diturunkan seperti saat Allah menghukum Raja Abrahah yang
menyerang Ka’bah. Bukan pula azab berat yang menimpa umat-umat sebelum kita
seperti zamannya Nabi Nuh dan Nabi Luth. Allah pun mengutus makhluk yang
menurut ukuran manusia sangat lemah bernama Covid-19. Makhluk yang bisa mati
hanya dengan air sabun. Allah masih begitu cinta kepada makhluknya, berkat
permohonan Rasulullah SAW agar umatnya mendapatkan perlindungan sepeninggal
beliau.
Belajar
dari pandemi ini bahwa Covid-19 ternyata mampu menjadi “guru” yang mengajarkan
betapa manusia itu sangat lemah. IQ yang dibangga-banggakan tak mampu segera menemukan
solusi. Senjata canggih hanya teronggok tak berguna, Pondasi kokoh ekonomi pun
goyah. Adikuasa dan adidaya dibuat bertekuk lutut. Tak terbayangkan jika Allah
mengutus makhluk yang ukurannya lebih besar dan lebih mematikan. Tentu manusia
di bumi ini akan musnah. Masih ingat serangan semut dan lebah di beberapa
daerah beberapa waktu lalu? Manusia sudah dibuat kalang kabut.
Di
tengah hiruk pikuk wabah Covid-19, berkecamuk perdebatan tentang keberadaan
virus tersebut. Ada yang berpandangan bahwa virus itu alamiah adanya, Sebagian
yang lain berpandangan bahwa virus itu sengata dibuat dan disebarkan. Pandangan
tentang kesengajaan ini bahkan semakin kuat. Alasannya terkait dengan pemberitaan
bahwa Pemerintah Cina membatasi akses Tim WHO untuk mendeteksi asal muasal
virus, tidak segeranya WHO mengumumkan hasil investigasinya, hingga ada yang
mengaitkan vaksin Sinovac dengan konspirasi virus sengata dibuat.
Semua
analogi pun berkembang liar di masyarakat. Berbagai analisis dan praduga pun
diungkap oleh banyak pakar baik yang membenarkan maupun menyanggah. Salahkah?
Tak ada yang salah karena semua mengikuti takdir Allah. Bukankah Allah menganugerahi
manusia dengan akal? Maka wajar jika manusia berlogika sebab Allah menganugerahkan
kecerdasan untuk berpikir.
“Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka di daratan
dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.” (QS. Al-Israa’ : 70).
Ayat tersebut tersirat makna bahwa manusia
adalah makhluk yang mulia serta memiliki kelebihan dibandingkan makhluk lain
yang telah diciptakan manusia. Salah satu kelebihan yang diberikan Allah kepada
manusia adalah akal yang digunakan untuk berpikir.
Terkait
dengan keberadaan Covid-19, saya tak ingin larut dalam polemik. Selain tidak
memiliki pemahaman terhadap dunia virus, juga bukan kapasitas saya untuk
membahas persoalan mewabahnya Covid-19. Saya mengakui bukan ahlinya sehingga saya
khawatir jika ikut berpolemik akan membuat kehancuran muka bumi lebih cepat..
Sabda
Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam (SAW): "Jika amanah telah
disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat
bertanya: 'Bagaimana maksud amanah disia-siakan?' Nabi menjawab: "Jika
urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu."
(HR Al-Bukhari)
Sesuai
dengan keyakinan pribadi, bahwa lepas dari polemik wabah Covid-19 itu direncanakan
atau tidak direncanakan oleh manusia, saya haqul yaqin semua kejadian di atas
bumi ini adalah kehendak Allah. Tugas yang saya sadari hanyalah mengimaninya
dan bersabar atas semua kehendak Allah. Semua adalah sunatullah yang wajib
diimani, terlebih bagi saya sebagai orang Islam yang salah satu rukun imannya
adalah iman atas kehendak Allah.
Berdasarkan
apa yang saya pahami dari banyak sumber ilmiah, bahwa Covid-19 itu termasuk makhluk
hidup. Jika demikian, bisakah manusia membuat makhluk hidup? Berdasarkan
ayat-ayat dalam Al-Qur’an, tak ada satupun makhluk di atas bumi ini, secerdas
apapun dan secanggih apapun yang sanggup membuat makhluk hidup. Jadi mustahil
manusia dapat menciptakan makhluk hidup. Jangankan makhluk, membuat satu surat
semisal Qur'an saja tidak sanggup. Sebagaimana firman Allah :
Dan
jika kamu meragukan (al-Qur’an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya, dan ajaklah
penolong-penolongmu selain Allâh, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu
tidak dapat membuat, dan (pasti) kamu tidak akan mampu, maka takultal kamu akan
api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi
orang-orang kafir. (Al-Baqarah (2): 23-24).
Kesimpulannuya
bahwa semua ada yang ada di langit dan bumi adalah ciptaan Allah. Allah
berfirman : “Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di
bumi, Celakalah bagi orang yang ingkar kepada Tuhan karena siksaan yang sangat
berat,” (QS. Ibrahim (14) : 23-24).
Covid-19
sebagai makhluk hidup, sudah pasti ciptaan Allah. Bagaimana dia ada dan
menyebar ke seluruh penjuru bumi itu juga atas izin Allah. "Langit yang
tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada
suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, akan tetapi kamu sekalian
tidak mengerti tasbih mereka."(QS. Al-Israa': 44). Tidak mungkin jika
Covid-19 menyebar tanpa seizin Allah. Virus juga hanya menginfeksi orang-orang
yang telah dipilih oleh Allah. Menjadi perantara kematian bagi orang-orang yang
telah tiba saatnya berpulang ke hadirat Allah.
Bukankah
selembar daun yang jatuh dari pohonnya pun juga atas izin Allah? “Dan
kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia.
Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun
yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan
bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis
dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am 6: Ayat 59).
Meski
Allah telah menjelaskan secara gamblang di dalam Al Qur’an, tetap saja manusia
mengandalkan alam logikanya untuk mencari kebenaran secara ilmiah. Apakah itu
di larang? Tidak ada yang melarang. Sebagaimana telah di jelaskan di atas bahwa
anugerah yang bernama akal itu digunakan untuk berpikir. Namun, berpikir yang
dimaksud adalah berpikir akan tanda-tanda kebesaran Allah. Setelah itu
menumbuhkan keimanan yang kuat, Bukan sebaliknya, justru melahirkan pandangan
yang membawa pada kekufuran. Jika kita menganggap Covid-19 itu buatan orang
Cina sama halnya kita telah kufur. Mengapa? Secara tidak langsung kita telah mengakui
bahwa ada kuasa lain yang mampu membuat virus (baca: menciptakan makhluk hidup).
Tak
hanya sekedar urusan virus saja yang membuat manusia terkadang terlalu
mengandalkan akal ilmiahnya, hingga tak sadar membuatnya jauh dari Allah.
Membuatnya tidak mengimani ayat-ayat Allah. Apa buktinya? Hingga saat ini masih
ada yang mempersoalkan alasan haramnya daging babi dan minum khamr. Bahkan ada
yang memberikan pandangan bahwa haramnya daging babi karena mengandung cacing
pita. Haramnya khamr karena membuat orang mabuk sehingga melupakan Allah.
Nah…
di zaman modern dengan berbagai peralatan canggihnya, cacing pita dalam daging
babi akhirnya dapat disingkirkan. Dagingnya pun tidak lagi mengandung cacing
pita. Khamr yang aslinya memabukkan, akhirnya dipergunakan untuk mengolah
makanan yang sering ditemui di berbagai tempat makan. Orang yang memakan
makanan yang dioleh dengan mencampurkan khamr pun tidak mabuk.
Jika
daging babi bebas cacing dan khamr dalam makanan tidak memabukan, apakah lantas
membuatnya jadi halal? Tentu tidak!!! Apapun yang diharamkan oleh Allah di
dunia ini, tentu buruk bagi manusia. Hukumnya wajib bagi orang yang beriman
untuk tunduk dan patuh tanpa harus bertanya “mengapa”. Bukankah Rasulullah
sebagai hamba yang sangat dikasihi Allah juga tidak pernah bertanya kepada
Allah jika sesuatu hal itu diharamkan Allah? Rasulullah SAW pun menjauhkan diri
dari segala yang dilarang Allah.
Tak
sebatas hal halal haram saja. Urusan ghaib saja masih juga diperdebatkan
seperti peristiwa yang baru saja diperingati yakni Isra’ Mi’raj. Masih saja muncul
polemik, bagaimana perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa kemudian ke langit ketujuh? Seperti apa kecepatan
tunggangan Rasulullah? Saat mi’raj hingga langit ke tujuh itu hanya jiwanya
saja jiwa dan raganya? Bolehkan kita melogika, tentu saja boleh. Namun melogika
kuasa Allah yang hanya cukup dengan berkata “Kun Fayakun” tentu diluar batas
logika manusia.
Gara-gara
berpolemik soal Isra’ Mi’raj terkadang umat Islam sendiri lupa akan esensi
peristiwa tersebut. Yakni, Rasulullah menerima wahyu untuk melaksanakan shalat
lima waktu. Kenyataannya, berapa banyak orang yang mengaku Islam justru tidak
shalat? Berapa banyak yang paham isra’ mi’raj tapi shalatnya tidak tertib atau
bahkan bolong-bolong?
Intinya
bahwa semua yang ada di dunia ini dijadikan Allah sebagai ujian bagi manusia. Perintah dari Allah untuk
menguji sejauh mana manusia dapat menjaga ketaatannya, sedangkan larangan dari
Allah untuk menguji seberapa tangguh manusia dapat menjauhinya. Bagaimana
dengan Covid-19? Ia adalah ujian bagi keimanan kita. Banyak justru yang
terjebak dalam polemik, tapi lupa bahwa semua terjadi atas kehendak Allah.
Marilah
kita segera membangun kesadaran. Covid-19 adalah ciptaan Allah. Covid-19
bertasbih kepada Allah. Covid-19 bukan makhluk brutal. Ia hanya akan
menginfeksi orang yang dikehendaki Allah. Jangan hanya terpenjara dengan alam
ilmiah, tapi gunakan hati untuk mengimani. Agar kita tidak semakin jauh dari
Illahi. Kita makhluk yang lebih sempurna dari Covid-19, tapi belum tentu kita
lebih mulia darinya. Mengapa? Covid-19 hanya taat kepada perintah Allah,
sedangkan kita terkadang masing mengingkari perintah Allah.
Selain
senantiasa berusaha dan berdoa, hal terbaik yang perlu untuk segera
dilaksanakan di masa pandemi ini adalah, “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan
dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan bagi orang-orang yang bertakwa,” (Qs, Ali Imran (3): 133). Bersegeralah berarti menyegerakan untuk
mengerjakan hal-hal yang baik, yakni meraih ampunan Allah. Tetaplah waspada,
karena Covid-19 bisa menyebabkan kita jatuh dalam kekufuran.
Lereng Lawu,
18 Maret 2021
0 komentar: